MALAM YANG BELUM USAI || PUISI M. WILDAN

(Gambar by pixabay.com)



PERJALANAN


Bawalah aku terhanyut pada samuderamu

Tempat aku harus berlabuh

Atau tersesat


Bawalah aku pada tempat kita bisa berbagi

Saling melempar sauh

Yang membuat kita menebak penuh penasaran

Pada siapakah yang menuju lebih baik


Timur atau selatan sama saja, 

Perjalanan kita tak lagi menuju senja

Hanya cahaya berpantulan 

Menembus kaca matamu yang tak diurus

Memantulkan wajahmu yang begitu cemas 

Pada perihal suasana dingin

Yang tak kenal arah mata angin


_Reguler, 2024_ 







DOA NESTAPA 


Aku haturkan doa

Pada waktu yang terus-menerus mengalir 

Pada gerimis yang tiada putus

Pada rindu yang menyesap luka.


Saat senja,

Aku mengutuk diri 

Dari kenangan yang tiada ada 

Menjadi ada.


Senja di kotamu 

Adalah kisah yang tak terulang

Siapapun boleh mengabadikan 

Atau mengabaikan.


Aku berdoa sembari menangis 

Sebab bayanganmu terus meminta kembali 

Dan ribuan kali membawaku 

Ke altar masa lalu.


_Reguler, 2024_





SENJA DI DESAMU


Saat menuju desamu 

Masihkah senja seperti dulu

Saat pertama kali kita bertemu


Sore,lambaian angin

Gagal memeluk kecemasanmu 

Cahaya matahari gagal mengubur 

Keresahan jiwamu.


Aku di sini, di desamu 

Yang bising menyimpan segala masa 

Yang telah lama dikikis usia 


Sepanjang menuju desamu 

Aku tidak letih menghitung 

Seberapa banyak kenangan di penghujung alismu

Sebab segala gerimis di penghujung jalanmu 

Semestinya mengantarkan pada bunyi 

Pada apa yang meminta kita

Untuk terus bersama, selamanya.


_Regulee, 2024_





MALAM YANG BELUM USAI


Ada malam yang terabaikan 

Padahal kebersamaan belum usai di artikan 

Engkau tinggalkan jejak 

Di hatiku tergores rindu 


Pertemuan kesekian 

Kita lewatkan 

Awan menghitam 

Diam menunggu aba-aba hujan 


Mari berdekapan di malam yang hening

Menumbuh kembangkan cita rasa

Bermekaran di hawa bergelora


_Lubtara, 2024_





MENYUSURIMU


Berjalan menujumu adalah perjuangan 

Yang tiada henti  

Mendamaikan jiwa, mempertanyakan realita 

Di mana titik tumpumu, di ruang mana engkau bersembunyi 


Rumahmu aku tahu 

Segala suatu milikmu aku tahu 

Hanya perasaan yang tak pasti, kelelapan yang ampuh 

Membentengi diri


Menyusurimu adalah kepastian 

Di salah satu itu ada pengorbanan 

Mengingatmu, menjunjungmu, menjadikanmu satu 

Tetap dalam jiwa, melukis wajah semesta 


_Lubtara, 2024_



BACA JUGA : AMARAH YANG TAK MARAH



EPISODE MALAM


Pada episode malam 

Rindu seakan lebih tentram

Dari pada kenangan yang dipendam


Pada episode malam 

Awan-awan padam 

Seolah-olah dia tahu langit dalam

tentang hikayat alam 


pada episode malam 

engkau mengais tanah layaknya ayam

pada tubuh yang ditelan malam, 


_Lubtara, 2024_





MEMENDAM KESUNYIAN


Memendam kesunyian di ruang rindu

Tak ada kabar berkata, bayangan di ujung semu 

Menyisakan tapak jejak 

Di jalan yang bersenja 

Di manakah engkau, wahai sang siaga 


Cinta lahir dari harapan 

Bergejolak di sela-sela kesadaran

Menujunya seperti jalan pulang 

Rindu menjelma batang tulang 


Menjadi sunyi adalah kesenangan 

Menghayati perjalanan 

Mengenang kebersamaan 

Lahir dan datang dalam kesinggahan 

Kembali ke akar, menjalar ke dalam 


_Lubtara, 2024_





PENTOL PINGGIR JALAN


Nanti,

jika sudah hilang 

Kisah ini tinggal kenangan 


Mobil-mobil berlalu -lalang

Sedang sepeda motor menyembunyikan knalpotnya

Kita membeli pentol pinggir jalan 


Nanti,

Jika sudah tidak ada 

Pentol akan berganti pelanggan


_Lubtara, 2024_





HUJAN DI KAMPUNGKU


Adalah hujan 

Musim yang kunantikan 

Setiap kali datang 

Membawa kesejukan malam  


Aku sangat senang

Setiap hujan datang

Karena aku bisa hujan-hujanan 

Seru-seruan juga 

Bahkan sampai kedinginan 


Begitu pula temanku 

Mereka turut gembira 

Merayakn musim

Yang menjadikan semua 

Sejuk dingin bagaikan salju 

Dengan meminum seteguk air hangat 

Hingga terlelap ke alam mimpi


_Lubtara, 2024_





BERPASRAH DIRI


Saat dini hari tiba

Ku sampaikan doa-doa

Untuk berserah diri 

Kepada sang ilahi


Air mulai tenang 

Awan-awan bersembunyi

Angina menyejukkan suasana malam

Api memadamkan diri 


Aroma kematian mendekat 

Usia semakin menipis 

Bumi hampir menutupi umur 

Waktu ingin habis


_Lubtara, 2024_









PENULIS : M. WILDAN

Penulis merupakan siswa akhir MA 1 Annuqayah jurusan ilmu sosial dan sedang berkelana dengan dunia imajinasi di Laskar Pena Lubtara, dan santri aktif PPA Lubangsa Utara.


Posting Komentar

0 Komentar