Syahrazad
Diantara kabut, bayangmu melayang-layang
Menembus sorot mataku yang redup.
Aku berlari mengejar mimpi yang tak sanggup kugapai
Dengan jemari renta dirayapi sunyi usia.
Namamu adalah singgasana megah dalam altar
Segala luka menumpahkan airmata.
Puisi ini semacam raung dalam relung
Enggan terhenti dan terus memekikan asa;
Bahwa api cintaku padamu senantiasa berkobar.
Aku ‘tak pandai mencintaimu
Aku ‘tak yakin mencintaimu melebihi
Seperti desau angin membelai daun
Lalu merebahkannya sepenuh hati
Ke dalam rengkuh tanah mengunjun
Hatiku bukan sebidang tanah
Yang sanggup merambah tubuhmu yanh rebah
Hatiku hanyalah saluran air
Tempat sampah lancar mengalir
Daun seindah dirimu ‘tak sepantasnya jatuh
Ke dalam raupan selokan.
Sebab Tempat teristimewa daun rebah
Ialah tanah terindah.
Hampa
Pada matamu aku memandang alam raya
Membentang sejauh rindu kau padamkan
Pada rambutmu aku rasakan amuk ombak
Menghantam sekeras mimpi kau tanggalkan
Pada jemarimu aku genggam sekepal doa
Melayang setinggi cita kau langitkan
Pada bibirmu aku dengar janji sumbang
Melantur sesering nafas kau hembuskan
Dan pada hatimu aku temui ruang hampa;
'Tak ada aku di sana.
____________
Tri Wicaksono, asal Jakarta Timur. Saat ini sedang menempuh jenjang pendidikan S-1 di Ma'had Aly Lirboyo, Kediri, dan mengambil studi kajian Fiqh Kebangsaan. Ia juga merupakan penggiat literasi pesantren melalui majalah dinding. Dan saat ini sedang mengembangkan media literasi di instagram dengan nama @gemuruhsastra.
0 Komentar