Aku Berteriak
Kepada Tubuh Sendiri
Aku tidak pernah ada di mana-mana
Tak pernah utuh; tak pernah ada. Barangkali aku tidak hadir—apakah aku telah
usai?
Entahlah, aku pun juga ingin kematian; sebelum terbangun memimpikan semaian
kata yang memecah riuh rendah semesta, barangkali ketika itu aku tidak sanggup
merasakan sesuatu untuk mengubahnya menjadi kata-kata. Aku bertanya; apakah ini
hidupku?
Atau barangkali ketika aku bertaruh kepada tahun-tahun yang penuh dengan
kekosongan; apakah aku sia-sia? atau usiaku telah tertelan sepanjang alasan?
Ah! hidupku menerka-nerka bayangan sendiri. Pun dengan kata-kata dan diriku;
telah menggenapi kematian masing-masing
Tapi, mengapa aku adalah takdir!
2023
Batas Kematianku
di Pintu Biru
Tolong! di sini – ada yang
meledak
Di luar kamarku; sebuah pisau tertancap peringatan
Kematian yang berjarak; seperti godaan setan yang menyalak
Ah! aku tidak takut mati. Pisau yang menusuk jantungku, mengirim darah
berkali-kali
Apakah rasa surga seperti ini?
2023
Badan
Penasihat Pengangguran
Seorang mengetok
kepala di sini, atau semacam palu yang membunuh penyintas optimisme para
pencari kerja
Sebuah demotivasi masa depan seperti menyadarkan umat manusia dari sorongan
ambisi
Hidup untuk hari ini
keterpaksaan yang lazim
menabak bahasa-tubuh dari kalimat
aku kehilangan pengalaman
Kini mereka makin bergoler saja
sebuah demotivasi disalahgunakan
dengan bermalas-malasan
menghirup hidup
"Aku tidak bekerja, tidak berusaha
tetapi malam ini aku ingin nongkrong saja
mencari motivasi — lewat kelakar buaian manusia"
"Aku gelisah, pasrah
motivasi dan demotivasi
menjadi penyintas kutipan-kutipan di jalan raya"
Spanduk terus tercetak; kalah dan mengalah
"Aku ingin mengalir saja
tidak berbuat apa-apa
hidup menandangi sarat dan syarat mengemis di jalan raya!"
2023
_________________
Rifqi
Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya
pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi puisi bersama. Kini,
bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook:
Rifqi Septian Dewantara.
0 Komentar