KISAH-KISAH PASKAH DALAM PUISI CHATEDRALE DE CHARTRES KARYA SITOR SITUMORANG || ESAI AMELIA PRISCILLAWATI

 


Kisah-Kisah Paskah Dalam Puisi Chatedrale De Chartres Karya Sitor Situmorang


Demikianlah kisah-kisah hari Paskah

Ketika seluruh alam diburu resah

Oleh goda, zinah, cinta dan kota

 Ketika membaca penggalan puisi Chathedrale De Chartres karya Sitor Situmorang ini ada sebuah  pertanyaan yang terlintas di benak saya. Mengapa kisah paskah mendatangkan keresahan? Puisi yang diterbitkan tahun 1953 ini berupa quatrin berirama ABAB sampai pada bait kelima. Setelah bait kelima penyair menghadirkan prosa bebas yang menjadi kesimpulan dari kisah-kisah paskah yang disuguhkan.

Kata paskah pada bait keenam ini ada yang menuliskan dengan kata pasah. Paskah dan pasah mempunyai arti yang sama yaitu perayaan kebangkitan Yesus. Hanya saja paskah merupakan bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa latin pascha sedang pasah adalah bahasa Ibrani. Paskah merupakan perayaan penting dalam liturgi gerejawi. Sebelum memasuki perayaan paskah umat Kristiani melakukan masa prapaskah selama empat puluh hari yaitu masa-masa berdoa, puasa, berkabung dan pertobatan.

Adapun paskah juga berkaitan dengan budaya modern sepeti kelinci paskah, telur paskah juga kartu ucapan happy easter. Namun, Sitor Situmorang tidak membahas ini dalam puisi Chathederale De Chartres. Kisah pertama ditempatkan penyair pada bait pertama. Dalam bait, ini penyair menggunakan subjek Ia dengan huruf kapital. Ia disini merujuk pada Yesus. yang oleh Rasul Yohanes disebut Anak Domba Allah (Yohanes1:29&Yohanes 1:36). Adapun bait tersebut berbunyi:

Akan bicarakah Ia di malam sepi

Kala salju jatuh dan burung putih-putih

Sekali-sekali ingin menyerah hati

Dalam lindungan sembahyang bersih.


Bait ini menggambarkan keadaan Yesus saat berdoa di Taman Getsemani (Lukas 22: 39-42). Yesus dipenuhi rasa takut menghadapi peristiwa penyaliban diriNya. Rasa takut ini dibawa dalam doa dan penyerahan diriNya kepada kegenapan janji Tuhan demi menebus dosa umat manusia. (Lukas 22:42)

   Di bait selanjutnya penyair mengganti subjek menjadi kita. Adapun tersebut berbunyi:

Ah, Tuhan, tak bisa kita lagi bertemu

Dalam doa bersama kumpulan umat

Ini kubawa cinta di mata kekasih kelu

Tiada terpisah hidup dari kiamat

 

Kita dalam bait ini merujuk pada sang penyair ( dikarenakan sang penyair menganut agama kristen Protestan) dan para rasul. Setelah peristiwa penyaliban Yesus, para rasul tentu kehilangan sosok pemimpin dan guru yang selama ini menjadi panutan dan penuntun. Di baris terakhir, penyair menyatakan “Tiada terpisah hidup dari kiamat.” Hal ini dapat diinterpetasikan bahwa  sebelum Yesus naik ke surga Ia menjanjikan Roh Kudus untuk menemani umatNya ( Kisah Para Rasul 1:2). Lalu, Ia akan datang kembali untuk menjemput umatNya yang setia ( Kisah para Rasul 1:11)

Bait ketiga hingga kelima, penyair menceritakan pengalaman–pengalaman spiritual penyair dan umatNya selama mengenang peristiwa paskah. Bait-bait tersebut berbunyi:

Menangis ia tersedu di hari Paskah

Ketika kami ziarah di Chartres di gereja

Doanya kuyu di warna kaca basah

Kristus telah disalib manusia habis kata

 

Ketika malam itu sebelum ayam berkokok

Dan penduduk Chartres meninggalkan kermis

Tersedu ia dalam daunan malam rontok

Mengembara ingatan di hujan gerimis

 

Pada ibu, isteri, anak serta Isa

Hati tersibak antara zinah dan setia

Kasihku satu, Tuhannya satu

Hidup dan kiamat bersatu padu

 

Pada bait ketiga kesedihan mengenang pengorbanan Yesus di atas kayu salib tergambar dari baris pertama sampai ketiga. Ada kata menangis tersedu, ziarah dan doa. kata-kata tersebut menggambarkan bukan hanya terharu akan pengorbanan Yesus tetapi juga kehidupan spiritual. ziarah dan doa memiliki makna moral yang penting. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk mengingat kembali, menegaskan iman dan menyucikan diri.  Di baris terakhir bait ketiga menyatakan “Kristus telah di salib manusia habis kata.” Hal ini menegaskan kembali pengorbanan Yesus bukannya suatu kesian-siaan tetapi untuk penebusan dosa umat manusia. Tentu peristiwa paskah ini juga membawa umatNya pada pengalaman spiritual secara personal.

     Di bait keempat penyair menyatakan dua hal yang bertolak belakang yaitu kermis dan gerimis dua kata yang puitis dan beirama bunyi akhir yang sama. Kermis berasal dari kata kermesse. adapun kata kermesse teridir dari kata kerk yang berarti gereja dan miss yang berarti massa. Kata-kata ini berasal dari bahasa Belanda, Inggris dan Spanyol. Adapun arti dari kermesse adalah festival atau perayaan gereja. Tentu bertolak belakang dengan kata gerimis yang berarti suatu simbol kesedihan. Hal ini menimbulkan suatu paradok bahwa peristiwa paskah membawa umatnya pada peristiwa yang menyedihkan namun yang dirayakan dengan pertobatan dan kemenangan atas dosa.

   Di bait selanjutnya penyair menyatakan hidup yang terus berputar antara taat kepada Tuhan lalu kembali melakukan dosa. Perputaran ini digambarkan seperti kosmoslogi alam yaitu adanya siang dan malam, pergantian musim juga pergantian waktu. Oleh penyair hal ini digambarkan pada baris keenam dan ketujuh yang berbunyi /Ketika seluruh alam diburu resah/

/Oleh goda, zinah, cinta dan kota/ Dengan demikian penyair berusaha menyimpulkan pemaknaan paskah melalui prosa tersebut bahwa kosmologi alam terus berputar tapi kisah paskah dan kasih Tuhan tetap sama. Setelah prosa penyair mengakhiri puisi dengan tanda titik- titik sebagai suatu jeda untuk memperpanjang irama dan menegaskan keresahan tentang paskah tetapi berakhir dengan manis meski hidup di perantauan /…. Di Bumi Perancis/ …. Di Bumi manis/ Adapun prosa tersebut berbunyi:

   

Demikianlah kisah cinta kami

yang bermula di pekan kembang

Di pagi buta sekitar Notre-dame de Paris

Di musim bunga dan mata remang

Demikianlah kisah kisah hari Paskah

Ketika seluruh alam diburu resah

Oleh goda, zinah, cinta dan kota

Karena dia, aku dan isteri yang setia

Maka malam itu di ranjang penginapan

Terbawa kesucian nyanyi gereja kepercayaan

Bersatu kutuk nafsu dan rahmat Tuhan

Lambaian cinta setia dan pelukan perempuan

 

..... Demikianlah

..... Cerita Paskah

..... Ketika tanah basah

..... Air mata resah

..... Dan bunga-bunga merekah

..... Di bumi Perancis

..... Di bumi manis

..... Ketika Kristus disalibkan.

 

Puisi Chattederale De Chatres yang ditulis oleh sastrawan angkatan empat lima ini terkesan menawan. Keindahannya dapat dinkamti hingga kini meski sudah diterbitkan tahun 1953. Hal ini dikarenakan Sitor Situmorang , penyair kelahiran Tapanuli Utara, 2 Oktober 1924 ini lihai memilih metafora dan diksi yang tepat dan manis di setiap baitnya. Masing-masing pembaca memiliki interpertasi yang berbeda-beda mengenai puisi ini. Saya pun sebagai pembaca puisi ini menginterpersikan pertanyaan yang saya utarakan di paragraf pertama, yaitu mengapa kisah paskah menghadirkan keresahan? keresahan yang dimaksud di sini menurut saya adalah  refleksi iman terhadap peristiwa paskah. Keresahan timbul setelah mengingat kembali pengorbanan Kristus bagi umat manusia. Dan dari keresahan tersebut timbulah kekuatan iman untuk menyakini pengorbanan Kristus dilakukan karena kasihNya yang tak berkesudahan  bagi umat manusia. Akhir kata saya menutup dengan ayat mas 1 Petrus 1: 18-19

“ Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba  yang tak bernoda dan tak bercacat.”

 

Referensi

https://kolom.tempo.co/read/1001372/pasah

https://www.sepenuhnya.com/2018/09/puisi-cathedrale-de-chartres.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Paskah

https://en.wikipedia.org/wiki/Kermesse_(festival)

 

Bionarasi

Amelia Priscillawati menetap di kota Batu Jawa Timur sebagai penerjemah, proof reader di Mitra Translator dan pengajar bahasa. Saat ini mengembangkan keterampilan menulisnya di Tempo institute.com.

Posting Komentar

1 Komentar

Terimakasih dermaga sastra Tuhan memberkati