CORETAN PENYAIR ||PUISI M. WILDAN

 



 

Coretan Penyair

Sebelum pengarang menorehkan kata

Penerjemah bisa lebih dulu menerka

Tangan-tangan kualat sudah terlatih mengurai rupamu

Dan waktu telah lincah merapal kasihmu.

Menyemerbakkan bau anyir

Bekas torehan tinta yang berumur lebih

Selagi dulu mengenal sikap ranjumu.

Deretan kalimat di malam keramat

Terbakar pada setiap helai rambutnya

Hangus menjadi debu di musim kelabu.

Biarlah air mengalir sebagaimana kadarnya

Memutikkan sari-sari kenangan

Berlayar mengarungi samudera kehidupan

Berteduh di bawah kolong jembatan, kumuh.

                                    "Dan pada kegelapan butuh cahaya kasih sayang”
Di ujung renungan dalam bahasa alam

Membaca peralihan

Yang sedemikian membuat runyam

Pada tombak peradilan masa depan.

Tentang keadaan di jalan tarekat kesantrian,

Bahkan, negeri memandang

Bahwasanya saat ini

Pesantren menjadi bacaan rutin

Pada setiap pertemuan secara batin

Dan penghayatan yang penuh penghambaan

Di ambang kebingungan lupa jalan pulang.

Rutinitas yang sefrontal membaca musim kehidupan

Dan berlabuh dalam berbagai kegiatan

Merupakan perihal terus berdatangan tanpa undangan.

Tanpa tanam paksa,

Ia bisa mencapai asa walau sulit baginya.

Raga dalam dirinya talqin kemanusiaan

Tubuhnya cagak menerka keadaan.

Jika kebudayaan sosial santri dipandang

Tidak dengan mata telanjang

Karena mereka sadar

Perubahan akan datang

Berkat pengalaman spiritual panjang.

Kertas-kertas di tong sampah

Hilang sudah

Sudahlah

“Tidak aka ada sinar di kala jalan penuh keburaman

Reguler, 2023


Tembang Santri

Deru kalimat berdentum khidmat

Merunduk dalam bahasa isyarat

Mata terpejam

Penuh kesaksian

Melumat wiridan

Di sela-sela permohonan.

 

Shalat tegak berbujur alif

Menatap lekat

Punggung kehormatan tanpa cagak

Suaranya terdengar lirih

Penuh elok penghayatan

Pada sang maha tunggal,

Tubuh dibungkukkan

Mengharap rahmat

Dan ampunan dari pemberi rahmat,

Kalimat salam dihaturkan

Dengan parau

Bersanding racau.

 

Tasbih berputar tanpa pamrih

Menerawang tamaram lampion

Seraya memahami alur

Pada rantai ranum

Akan jalan lurus menuju tuhan.

Reguler, 2023


Budaya Santri di Kacamata Negeri

Luruh menghantar ingatan

Benar adanya budaya selalu membuai dengan sendirinya

Keseharian banyak mendatangkan harapan

Nyatanya ranah sosial mulai tumbuh secara berkala

Jiwa dalam dirinya lautan kebersamaan

Maka tak ayal

Reguler, 2023

 

_________________________________

*)M. Wildan adalah Pustakawan PPA LubtaraPengamat Sastra Dan Teater MSA (Masyarakat Seni Annuqayah), berproses di Komunitas Laskar Pena Lubtara, Pimred Jurnal Pentas 2023-2024, Bermukim di  PPA Lubangsa Utara.

Posting Komentar

0 Komentar