Natalia dan keluarganya berada di pemukiman TPA Wairi'i |
Saat matahari menjulang tinggi di langit, kami menyusuri
sebuah permukiman. Saat memasuki kawasan tersebut, kami disambut dengan aroma
yang tak sedap. Aroma itu tak lain berasal dari softex, pakaian dalam, dan
makanan sisa yang berada di sekitar permukiman. Kami merasa tidak nyaman seakan-akan
hendak keluar dari situ. Tetapi kami tetap melangkah sebab ada sesuatu yang
membuat kami penasaran.
Dalam momen yang tak biasanya, ratusan sampah yang tertumpuk
di sini membuat kami merenungi kembali keadaan ini, seperti ada kesedihan yang
membatu di setiap sanubari. Tiba-tiba
kami mendengar sebuah suara yang berasal dari balik tumpukan sampah itu.
“Hati-hati kalau
lewat situ Ama!”, teriak seorang di balik tumpukan sampah itu. Dan memang
betul, berkat suara itu kami menemukan lalu mengamati 15 suntik bekas dan
alat-alat kontrasepsi di tanah. Ini sungguh menjijikkan!
Dari sinilah kami dipanggil untuk mendengar kisah tentang
alam yang terluka. Terluka karena tubuhnya diterpa ratusan sampah-sampah itu.
Dari kejauhan, kami melihat seorang pemulung yang penuh totalitas memunguti
setiap botol-botol bekas air minum yang dibuang di sekitar situ. Kepalanya
menunduk, matanya tertuju pada benda yang ingin dicarinya, dan tangannya begitu
lincah seperti penari orkestra bisu yang menampilkan kelihaiannya.
Ia adalah seorang gadis remaja berusia delapan belasan
tahun. Satu-satunya perempuan muda yang berprofesi sebagai pemulung sampah bersama
komunitas kecilnya di Tempat Pembuangan Akhir Wairi’i. Dari tindakannya itu, ia
membuat kami terkesima dan merasa kagum dengan pesona alam yang telah tenggelam
dalam kisah hidupnya.
Kami memulai percakapan dengannya dan ternyata ia telah
melaksanakan pekerjaannya sejak SD kelas satu di Nangarasong. Perempuan dengan kelahiran
Maumere, 26 April 2006 ini menyatakan bahwa dirinya setiap pulang sekolah
selalu meluangkan waktu untuk memilih sampah di TPA.
Dibalik wajahnya yang anggun, Natalia dengan penuh
kejujuran mengatakan bahwa dirinya telah meninggalkan sekolah sejak kelas empat
SD. Ia memilih untuk berhenti sekolah karena ia merasa tidak nyaman untuk
belajar di sekolah. Ia memutuskan untuk mengakrabi dirinya dengan sampah dan
baginya “sampah adalah tempat ternyaman”, ungkapnya sambil memasukkan beberapa
botol hasil pungutan ke dalam karung.
Nona kelahiran Maumere ini kemudian mengakui bahwa
dirinya sangat menyukai pekerjaan sebagai pemulung. “Kalau tempat ini su
bersih, saya senang sekali”, ungkap Natalia pada kesempatan itu.
Bagi gadis bernama lengkap Fransiska Natalia, tumpukan
sampah yang terus bertambah di Tempat Pembuangan Akhir Wairi’i membuatnya
merasa sedih dan memilih untuk bertahan dalam pekerjaan sebagai pemulung
sampah. “Kalau saya tidak bersihkan ini sampah, siapa lagi yang urus? Ucap
dirinya disela-sela perbincangan bersama kami.
Bagi Natalia, pengorbanan yang ia lakukan bukan
semata-mata untuk mencari nafkah tetapi lebih pada sebuah rasa cinta yang
mendalam terhadap lingkungan terlebih khusus di TPA Wairi’i ini. Ia mengatakan
bahwa dirinya melakukannya karena ada dorongan dari hati nuraninya sendiri.
Berkat ketekunan dan kepiawaiannya dalam bekerja. Puteri
dari Yohanes Berchmans ini akhirnya mendapat piagam penghargaan sebagai tokoh
pemuda yang peduli terhadap lingkungan. Penghargaan ini diberikan secara
langsung oleh Mgr. Ewaldus Martinus Sedu di Monumen Tsunami pada hari
Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2023.
Setelah kembali dari penghargaan tersebut, Natalia masih
melanjutkan rutinitas setiap harinya sebagai pemulung. Ia mengisahkan bahwa setiap
pagi pukul 06.00 WITA, ia sudah mulai berjalan kaki sejauh dua kilometer dari
rumahnya sambil menenteng alat penggaruk sampah dan karung. Dua senjata ini
yang selalu menjadi teman andalan saat berangkat kerja.
Bermodalkan
karung bekas dan penggaruk sederhana, Natalia bersama rekan-rekan komunitas TPA
Wairi’i mampu memilih kemudian memilah untuk ditempatkan berdasarkan jenis
sampahnya. Setelah sampah-sampah selesai dipungut, sampah-sampah tersebut harus
dibersihkan lalu ditempatkan pada tempat khusus.
Rutinitas sejak pukul 06.00 pagi sampai 19.00 malam
dengan biaya penjualan barang-barang bekas yang terbilang murah, namun gadis ramah
ini tidak merasakan uang sebagai hal utama. Baginya “kebersihan adalah hal
utama dan penting”. Natalia lebih mengutamakan
kebersihan lingkungan yang lebih baik.
Dari ketekunannya ini, JPIC Keuskupan Maumere mengundangnya
untuk menjadi pembicara di acara talkshow memperingati Lingkungan Hidup Sedunia. Ia menyuarakan kisah
hidupnya bersama sampah. Dan baginya “Anak muda sekarang tidak mau jadi
pemulung. banyak yang gengsi,” ungkapnya dengan nada halus, sambil menatap
tumpukan sampah yang hendak dibersihkan.
Tidak hanya gadis keturunan Maumere ini saja, tetapi juga
orang tuanya, Sisilia Magdalena dan Yohanes Berhcmans, turut serta dalam
pekerjaan ini. Mereka menganggap pekerjaan membersihkan sampah sebagai tugas
yang tak bisa ditinggalkan. Bagi mereka, ini adalah bentuk berkat yang
melindungi mereka dari penyakit, meskipun mereka harus berhadapan dengan panas,
bau busuk, dan kotoran setiap hari. Bagi Sisilia Magdalena “Sehari kalau kami
tidak bersihkan ini tempat, kami rasa beban batin”.
Akhirnya setelah kami menemukan Natalia dan keluarganya
di antara tumpukan sampah. Kami menemukan bukti bahwa masih ada anak muda yang peduli
pada lingkungan. Di sini pula kami melihat dibalik kesedihan bumi masih ada orang-orang
baik yang peduli terhadap lingkungan.
Natalia adalah pahlawan lingkungan yang patut dicontohi.
Dengan semangat tulusnya, ia telah menginspirasi banyak orang untuk peduli dan
bertindak dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, terutama di Maumere.
Meskipun muda, dia telah menjadi salah satu pahlawan lingkungan yang
mencerahkan dunia.
0 Komentar