Ilustrasi Google/com |
BERKAT
Saya dikutuk untuk lebih lama tinggal
diceritanya. Uang saku sebulan habis untuk membeli sebuah buku yang saya pikir
cara jatuh cinta adalah tenggelam kepada entah dan lebih dalam lagi. Tapi tokoh
yang saya kenali-seorang perempuan-membenci atau barangkali menyukai
tangisannya sendiri. Airmata jatuh dengan garis yang panjang dan tak selesai.
Tanda titik di buku ini seperti sebuah pintu kamar mandi yang setengah terbuka
dan saya menunggu di celah itu, membaca seorang perempuan yang bermain dengan
kesedihan. Satu bisikan dari tubuhnya yang telanjang tidak sempat ditulis.
“Saya ingin dikenal”
Juga saya dikutuk lebih lama tinggal di pintu
ini. Melihat kepada diri sendiri yang selalu mampu dihindari.
Setidaknya buku dan perempuan di dalamnya
masih ingin menumbuhkan berkat. Karena hal-hal buruk telah menciptakan hal-hal
baik.
2023
POHON
Seorang anak tiba-tiba saja bersandar di tubuh
saya. Ia memejam mata. Memikirkan angin yang menggetarkan rambut di dahinya.
Apa ia senang diajak bermain?
Ia masih memejam mata tapi kali ini kepalanya
sedikit mendongak. Merasakan matahari yang jatuh pecah di tubuh saya. Apa ia
malu diajak berteman?
Ia masih memejam mata tapi kali ini tangannya
merangkul lengan saya. Tangannya yang halus cukup geli untuk kulit saya yang
kehitaman. Apa saya cukup dewasa telah menerima apa adanya?
“Nak,mari makan siang”
Anak itu kali ini membuka mata. Ia lihat
ibunya memanggil dari jendela dapur dan ia bergegas dengan langkah riang
memasuki rumahnya.
Anak itu masih kuat, duga saya. Kelak ia akan belajar
menjadi rapuh.
2023
KAFKA
“Andai saya bertemu Kafka” kata saya kepada
diri sendiri dihadapan bapa. Sebuah meja dan dua gelas kopi diatasnya
memisahkan kami berdua.
“Kafka siapa?” tanya bapa sambil mengangkat
gelas kopi untuk tenggak pertama.
“Seorang pendongeng yang ringkas sekaligus
nabi yang bertele-tele” jawab saya.
Bapa mengangkat kopi untuk tenggak kedua.
“Dia biasa bercerita dengan kata-kata yang
tidak pernah penuh satu halaman tapi menjawab kita dengan banyak arti dan rupa.
Barangkali kertas baginya, adalah laut yang tenggelam di mata kita”
Yah, luas dan tak tersentuh.
“Kau lebih baik menceritakan nasibmu. Kematian
bapa kelak pasti untuk masa depanmu yang barangkali”
Bapa mengangkat kopi untuk tenggak ketiga.
Saya diam dan akhirnya mengangkat kopi untuk
tenggak pertama.
2023
Tentang Penulis
Penulis bernama lengkap Sandro Sogemaking.
Mahasiswa ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik Universitas Widya Mandira
Kupang.
0 Komentar