SAJAKKU DAN PUISI LAINNYA || DENSI CLAUDIA

Ilustrasi google.com


1.       DALAM KALBU


Mengubur resah dengan sungguh

Biarkan mata merayu tapi bukan layu

Kalimat tanya mengobor dalam diri

Yang selalu melugu dalam kalbu

  

Aku membujuk hari agar berkibar pelangi

Namun, sujudku seperti membinasa

Aku hendak berdiri bukan meninggi

 Aku membentengi janji

Mimpi ini berkilau hampa lara

 

Keluh menggila, jiwa gelisah

Aku ingin bumi ini mekar kembang

 Dengan teladan sang pejuang

Hati yang muram berkuasa

Tapi rinduku berbudi luhur

Menjadi pelita untuk teman cintaku di bumi


 AKU DAN DIRIKU

Penat masih membingkai ceritaku

Hujan deras yang mengguyur kota rantauku

Di sini aku hanyalah pendatang

Yang datang dengan penyesalan

Ceritaku hanya menyapu cerita indahmu ..

 

Dibawah kaki langit

Aku hanya insan yang datang tanpa diduga.

 

Diriku  membahana dalam raga.

Seperti daun jatuh dan menghilang diterpa angin .

Aku hanyalah si pendatang menggenapi timmu .

Hanyalah sebuah cerita malam yang sendu.

 

Maafkan aku .

Kehadiranku hanyalah sebuah keterpurukan.

Memberi  hidup yang kelam .

Aku seperti wabah penyakit yang merusak tubuhmu yang mempesona..

 

Kini kataku menjadi rumus fisika

Sulit untuk kau pahami.

Namun sedikit ceritaku lebih bermakna.

Ketika kau menyapa dengan suara mu.

 

Aku adalah sebuah kalimat yang sudah kau tuliskan baris demi baris .

Tapi kau delet .

Karena menurutmu coratan ku tak berguna.

 

Aku hanyalah kertas putih yang siap menerimamu.

Menari bersama penamu.

Ku hanya menatap dengan tajam

Namun tatapannya lebih tajam.

 Mataku tak mampu meratap.

Hanya  bisa berkata-kata dalam bait hati

 

Duhai ceritaku

Apalah daya kini aku dan kataku

Mengecap rasa.

Ku tunggu hingga akhirnya.

Ada kata kita.


                  Jakarta, 21 Oktober 2020

 

3.      LETIH

Semua semu

Mengapa menyapa?

Jika sapa ku kau sapu.

Aku memilih membisu

Ketika aku dan kataku

 

Diam dan merintih

“ Aku ini belum merdeka!”

Suaranya bagai anjing menggong.

Yang siap memangsa ku.

 

Aku seperti pengunsi

Menempati ruangmu.

 

Penat melingkar dibait hati.

Seandainya aku punya sayap.

Ku ingin terbang jauh.

Hingga tak ada aku di hidupmu

 

Kau sudah membutakan dunia.

Semuanya semaumu.

 

Apalah dayaku?

Menetap dan meratap.

Hidup ini adanya.

                Jakarta,25 Maret 2021


4.      TINTA DILUBUK HATI

  Kala sunyi datang mengunci. Malam mengelam merajai

 Tintaku berdiam diri memikik lantang.

 Aku tertiup napas tak legah.

 Dilubuk jiwa, raga tak beratap.

  Kubarisi bait asa menggoda. Tak jelas, rupa tak larang.

  Goresan itu tak pernah bercerai.

  Didambakanya pada rimbun. Dan rima tanpa nada.

   Ada juang tanpa nama. Jejak mencekik bahu tak berdarah.

   Tintaku menyinggung dilubuk hati. Aku sedang meramu asa!

   Entah tintaku tak berwarna.

   Duka hati masih mencintai. Merekat sangat erat.

   Kucari jalan hendak ke mana? Tinta tinggal tanggal.

   Tak lepas juri mengempas, pada aku jiwa yang sendu.

   Kurangkai cerita pada jawaban di penghujung jalan.

   Biarlah pedih menggoyak hati.

   Langkah terhambat karena lambat.

   Aku risau mengubur dendam.

   Luka ini tak berdarah!

   Namun aku merintih pedih.

   Tersesat karena sesak.

   Mengaduh diatas tinta. Meronta ingin berlari.

   Nestapa datang mengikat. Mengingat kata merangkul asa.

               Jakarta, 15 November 2022

 

5.      MEMELUK LUKA

Pesona riang disiang bolong.

Elegan seakan menentang kehebatan

 Angkasa.

 

Entah mengapa  aku  kenapa?

Tatkala angin sejuk membelai wajah dan menepuk pipi.

Jari – jemariku bersentuhan memberi isyarat.

 

                 Luka ini abadi !?

 

Hasrat hanya mengundang luka.

Nestapa menyelimuti.

 

Pertikaian batin meramaikan ruang hampa.

 

Harapan pupus merangkak pergi.

 

Menghapus jejak meninggalkan bekas luka.

 

Hingga malam menyapa kelam.

 

Aku dan luka bersahabat.


 SAJAKKU

 

Mata dengan kataku

Menjadi suara dalam kesunyian

Bersyair pada titik-titik  air

Melingkari kehangatan

Sendiri dalam seni diri

Tak ada kata kita

Hanya aku sendiri

Angin mengundang tuk bersembunyi dengannya..

Entahlah bumi masih menguntit.

Aku tak tahu harus kemana arah ku

Lara melarat meruangkan kehampaan

Jenuhku bersemayam dalam alam hati

Menyerang tanpa ada peperangan.

Aku bukan Tentara!

Hanya gaya yang mendayakan kalimat itu.

_________________________________________

Binorasi: Densi Claudia, seseorang yang mencintai kata-kata indah. Selalu berharap kelak bisa membahagiakan orang tua. Dapat dihubungi melalui FB Densi Linggung, IG Densi Linggung, Email densiyulita@gmail.com

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar