Fredeich Jameson |
Fredrich Jameson: Postmodernisme dan Kapitalisme Lanjut.
Fredrich Jameson
adalah pemikir sosial Marxian, salah satu pemikir yang secara terbuka bersikap
negatif dan mengkritik pandangan teoritis pemikiran sosial postmodern yang
berkembang di awal abad ke-20 M. Beliau lahir
di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat, 14 April 1934. Setelah lulus di Haverford
College (1954), Jameson pergi ke Eropa lalu belajar di Aix-en-Provence, Munich
dan Berlin, di sana ia mempelajari
perkembangan terbaru dalam kajian filsafat, terutama strukturalisme. Kemudian
dia kembali ke Amerika Serikat demi menyelesaikan studi doktoral di Yale
University. Jameson sempat mengajar di Harvard University di tahun 1960-1965.[1] Awalnya, minat
besar Jameson terhadap karya-karya Sartre membuatnya
tertarik untuk mempelajari teori sastra Marxian. Meskipun Karl Marx telah
mendapat tempat semakin penting dalam
kajian ilmu sosial
di Amerika Serikat, sebagian juga
karena pengaruh para
pemikir Eropa yang pindah
ke Amerika setelah pecah Perang Dunia II seperti Theodor Adorno,
karya-karya sastra beraliran Marxian masih jarang dikenal di dunia akademik
Amerika hingga akhir
tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an. [2]
Minat Jameson yang
merujuk pada paham Marxisme adalah bagian yang didorong oleh hubungan politik
pribadinya yang semakin meningkat dengan tokoh-tokoh gerakan Kiri Baru.
Tema-tema penelitiannya kemudian terfokus pada tokoh-tokoh seperti Kenneth
Burke, Gyorgy Lukács, Ernst Bloch, Theodor Adorno, Walter Benjamin, Herbert
Marcuse, Louis Althusser, dan Sartre, yang melihat kritik kebudayaan sebagai
ciri yang melekat kuat dalam teori Marxian. Dalam banyak hal, Jameson bersama
dengan pemikir kritik kebudayaan Marxian lainnya yaitu Terry Eagleton, berusaha
menjelaskan peran penting pandangan Marxisme terhadap trend filsafat dan sastra
kontemporer. Setelah pindah ke University of California, San Diego pada tahun
1967, Jameson menerbitkan buku berjudul Marxism and Form: Twentieth-Century
Dialectical Theories of Literature (1971) dan The Prison-House of Language: A
Critical Account of Structuralism and Russian Formalism (1972).
Postmodernisme
dan Kapitalisme Lanjut
Jameson mengawali postmodernisme sebagai
representasi dari ‘particular cultural style’ yang menekankan kepentingan
pribadi diatas kepentingan komunal, hal ini tampak jelas dalam budaya
kapitalisme yang melahirkan individualisme dan keserakahan. Karya penting
Fredrich Jameson mengenai pemikiran postmodernisme adalah bukunya yang berjudul
Postmodernisme
or the Cultural Logic of the Late Capitalism. Dalam buku ini Jameson menyatakan bahwa
kapitalisme saat ini telah menjadi cara pandang dominan masyarakat kontemporer
dewasa ini. Jameson bermaksud mengkritik postmodernisme dan menolak pendapat
sebagian besar pemikir postmodernisme, terutama Jean Francois Lyotard dan Jean
Baudrillard[3].
Buku ini sendiri
awalnya merupakan artikel yang diterbitkan dalam jurnal New Left Review pada
tahun 1984, ketika Jameson menjabat sebagai profesor Sastra dan Sejarah
Kesadaran University of California, Santa Cruz, Amerika Serikat. Artikel
kontroversial ini kemudian dikembangkan menjadi buku pada tahun 1991. Dalam
buku ini Jameson terutama melihat pandangan "skeptis postmodern terhadap
metanarasi" sebagai “sebentuk pengalaman" yang muncul di kalangan
buruh terdidik yang ditanamkan oleh sistem produksi kapitalisme lanjut.[4]
Dengan mengikuti
analisis Adorno and Horkheimer mengenai industri budaya, Jameson mendiskusikan
fenomena postmodernisme dan menyatakan bahwa era postmodernitas dicirikan oleh
pastiche dan krisis sejarah. Jameson menyatakan bahwa parodi (yang mensyaratkan
penilain moral atau perbandingan dengan norma-norma sosial) telah digantikan
oleh pastiche (yakni kolase dan berbagai bentuk penyempalan tanpa landasan
normatif apapun). Postmodernisme dikatakan sebagai budaya
pastiche: parodi yang berisi mimikri atau imitasi, sebuah budaya yang ditandai
dengan ‘permainan puas diri’ terhadap kiasan sejarah. Tidak bisa dipungkiri
bahwa karya-karya di era postmodern tidak memiliki ke-otentikan sama sekali,
bahkan bisa dikatakan tidak lebih dari peniruan dan penjiplakan belaka. Sebagai
contoh, Jameson melakukan analisis terhadap budaya pastiche melalui ‘film
nostalgia’ yang mencakup sejumlah film dari tahun 1980 dan 1990. Jameson
berpendapat bahwa film nostalgia bertujuan untuk menangkap kembali suasana dan
kekhasan pada masa lalu (meniru dan menjiplak sejarah).[5]
Selanjutnya Jameson
juga menyatakan bahwa era postmodern mengalami krisis sejarah dengan mengatakan
bahwa: "sepertinya tidak ada lagi hubungan organik antara sejarah Amerika
yang kita pelajari di dalam buku-buku sekolah dengan pengalaman hidup kota-kota
metropolitan dengan gedung-gedung tinggi dan perusahaan-perusahaan
multinasional dan kehidupan sehari-hari kita."[6] Sebagai contoh, saat ini orang-orang lebih mudah
diarahkan oleh kehidupan di dunia virtual. Mereka tidak bisa terlepas dari
dunia virtual, bahkan belakangan ini metaverse sedang dikembangkan untuk
menjadikan dunia virtual sebagai dunia realitas. Ketika dunia realitas hilang,
dan orang-orang tenggelam dalam dunia virtual, maka saat itu orang-orang tidak
lagi mengenal sejarah (masalalu, masa kini dan masa depan). Karena semua itu
hanyalah halusinasi, delusi dan imajinasi yang diciptakan bukan oleh kesadaran,
tapi dikonstruk oleh yang lain dalam dunia virtual.
Lebih jauh Jameson
menyatakan bahwa terdapat 3 tahap perkembangan kapitalisme.[7] Pertama,
tahap kapitalisme pasar atau munculnya pasar nasional yang dipersatukan. Tahapan ini sesuai dengan analisa
dan teori kapitalisme Marx. Kedua, dianalisa oleh Lenin yakni tahap
imperialis yang ditandai dengan munculnya jaringan kapitalisme global. Dan
tahap terakhir atau tahap ketiga, yang dianlisa oleh Mendel dan Jameson
merupakan tahapan kapitalis akhir yang memerlukan ekspansi kapitalis luar biasa
hingga pada daerah dan kawasan yang belum dimanfaatkan. Jameson menyatakan
bahwa kerangka berpikir Marxis masih dibutuhkan untuk memahami kadar historis
baru yang tidak memerlukan modifikasi tetapi hanya perluasan kerangka berpikir
dari Marxis tersebut.
Jameson juga
memberikan ciri-ciri masyarakat postmodern yang cenderung negatif[8]
sebagai berikut: (1) postmodernisme ditandai oleh kedangkalan dan
kekurangan kedalaman, (2)
postmodernisme ditandai oleh kepura-puraan atau kelesuan emosi, (3)
postmodernisme ditandai oleh hilangnya makna sejarah, (4) terdapat sejenis
teknologi baru seperti televisi dan komputer yang melekat amat erat dengan
masyarakat postmodern.
Kesimpulan
Kritik Jameson
terhadap kapitalisme hampir sama dengan
apa yang dikemukakan Hokheimer dan Adorno tentang culture industry. Jameson
berusaha untuk mengembalikan nilai keaslian sejarah dan tidak ingin meniru atau
memodifikasi sejarah ke dalam budaya perindustrian. Penulis sependapat dengan
Jameson, bahwa unsur modifikasi justru membuat makna sejarah tidak mendalam,
lebih parahnya lagi jika dibiarkan terus maka bangsa akan kehilangan jati
dirinya karena kehilangan keaslian sejarah. Adanya penemuan barang canggih di
masa postmodern adalah hal yang sebetulnya memperuntung pihak kaum kapitalis,
karena adanya karya industri yang didesain lebih modern membuat orang-orang
akan terjerumus dan jatuh dalam arus perubahan serentak melunturkan nilai
keaslian budaya itu.
Pentingnya menolak karya modifikasi atau tiruan dari kaum kapitalis adalah salah satu cara untuk menunjukkan bahwa kita masih mempertahankan keaslian budaya kita sebagai identitas bangsa.
[1] https://kajiansosial.com/2022/07/01/kapitalisme-lanjut-dalam-posmodern-fredric-jameson/ di akses pada 16 Mei 2023
[2] Mohammad zamroni, "Komodifikasi
Budaya Dalam Tayangan Televisi", Jurnal
Komunikasi, 1.1 (2006), hlm. 56.
[3] Alfian Iksan, “Kritik
Fredric Jameson Terhadap Posmodernisme”, Jurnal Interaksi Sosiologi, Vol. 1, No. 2 Maret 2023, hlm. 50.
[4] Ibid., 51.
[5] Ibid., hlm, 52.
[6] Ibid., hlm, 53.
[7] Medhy Aginta Hidayat, "Menimbang
Teori-Teori Sosial Postmodern: Sejarah, Pemikiran, Kritik Dan Masa Depan
Postmodernisme", Journal of Urban
Sociology, 2.1 (2019), hlm. 42.
[8] Ibid., hlm 45.
0 Komentar