ilustrasi.histori.id |
NASIB ATAU TAKDIR?
Oleh: Elisabeth Tri Susilawati Priyanti
#pentigraf_cerpentigaparagraf
#ceritafiksi
Hasrat menumpang moda transportasi kereta api dengan tujuan Yogyakarta memang sudah lama membuncah dalam hatiku. Keduanya akan menjadi pengalaman pertama. Di kampung halamanku, Adonara-Flores Timur-NTT tidak ada kereta api. Karena pulau kecil dengan kondisi alam perbukitan serta pantai. Yogyakarta juga belum pernah kukunjungi, karena aku menempuh pendidikan sarjana di Malang dan tidak ada kerabat di kota Gudeg.
Angka 22 di bangku penumpang, sesuai dengan yang tersemat pada tiket yang sedari tadi kucocokkan. Seorang gadis menunduk pada laptop di pangkuannya persis berhadapan dengan bangkuku. "Permisi ya kak," kusapa dia sambil kusimpan tas ransel ke bagasi di atas kami. Gadis berambut ikal itu tersenyum dan mengangguk.
Dari arah berlawanan dengan tempat dudukku, ada seorang lelaki berjalan sambil celingukan. Instingku mengatakan dia akan berbuat tidak baik. Semakin mendekat padaku, dia menyahut laptop gadis di depanku. Spontan kujegal kakinya dan tersungkur. Kubuka maskernya. Tidak asing, dia sahabatku yang berhenti kuliah karena menghamili teman sekelas kami.
Elisabeth_Tri || Malang, 28102022 || 42
__________
Ilustrasi google.com |
PENYEMANGAT
Oleh: Elisabeth Tri Susilawati Priyanti
#pentigraf_cerpentigaparagraf
#ceritafiksi
Bayangan bertubuh bongkok di lorong sempit, gelap, pengap dan lembab, di pinggiran jalan raya yang biasa kulewati, tak nampak lagi. Bungkusan makanan siap saji yang sedianya selalu kutaruh di ujung tembok pertokoan, kubatalkan. Sebelum-sebelumnya, saat aku melangkah pergi meninggalkan bungkusan itu, seseorang mengambilnya.
Batinku masih bertanya-tanya, ke manakah dia. Ada perasaan kehilangan. Langkahku gontai, lalu terduduk di kursi taman trotoar. Jika sudah memberi sebungkus makanan, rasa penat sepulang bekerja terasa sirna. Tetapi tidak dengan malam ini.
Esoknya, pandanganku terusik oleh ambulans yang parkir di depan lorong tempat dia berada. Kusibak kerumunan manusia yang meringsek. Jasad itu bertubuh bongkok, dari mulutnya mengeluarkan buih dan masih ada sisa makanan yang belum tertelan. Lamat-lamat kudengar petugas nakes berbisik kepada temannya, "Sepertinya epilepsi, bukan keracunan makanan."
Elisabeth_Tri || Malang, 05102022 || 41
_______________
Ilustrasi google.com |
MASIH TENTANG BAPAK
Oleh: Elisabeth Tri Susilawati Priyanti
#pentigraf
#ceritafiksi
Seulas senyum tersungging di bibir pengamen yang duduk di pot besar di depan pasar tradisional. Bola matanya jernih, tetapi pandangannya tidak mengarah kepada pria muda yang menyodorkan rupiah dalam mangkok yang diacungkannya. Sambil meraba lembaran uang kertas dalam mangkok, samar-samar terdengar kakek pengamen mengucapkan terima kasih.
Aku duduk di sampingnya untuk memesan lagu "Ayah" yang dinyanyikan Ebieth G. Ade. Setelah sedikit basa basi, kuberikan sebungkus nasi rames kepada beliau. Menikmati sarapan pagi sambil mendengarkan lagu favorit dari bibir seorang pria yang rambutnya memutih, membuat anganku terbang ke rumah dan mengingat: almarhum bapak.
Sudah sekian menit kuhabiskan waktu bersama si kakek. Akhirnya aku memberanikan diri bertanya tentang keluarga beliau. "Saya tidak menikah, nak. Selepas dari panti tuna netra, saya menjadi tukang pijat dan mengamen", jawabnya polos.
Elisabeth_Tri || Malang, 27092022 || 40
_________________
Tentang penulis
Elisabeth Tri Susilawati Priyanti, lahir di Malang dan masih setia menetap di Malang. Kegiatan sehari-harinya menjadi Tour Guide di usaha milik suaminya, Kharisma Tours and Rent Cars. Tergabung di Komunitas Penulis Katolik Deo Gratis (KPKDG) dan Kampung Pentigraf Indonesia (KPI). Bersama kedua komunitas menulis itu, ia terlibat dalam menulis beberapa buku karya bersama.
0 Komentar