Ilustrasi Google.com |
PADA SENJA KE SERIBU
pada senja ke seribu, aku memelukmu, kekasihku, dan aku
merasakan kehangatan yang luar biasa, aku berikan seluruh
hatiku, dan amuk rinduku serupa lautan yang bergelora
mataku terpejam
lama sekali aku dan engkau kemudian hanya saling diam
"hujan bisa turun sepanjang malam
kenangan bisa mengekalkan kisah
dan cinta bergerak di lorong misteri"
aku tanggalkan sayap malam yang tumbuh di kotamu
agar engkau tenang dalam pelukanku
aku kecup sepenuhnya keningmu
agar embun yang kian menebal di kaca jendela
menyimpan dalam-dalam sejarah kecil jingga
(sebenarnya aku hanya ingin dirimu adalah mawar
yang tidak gugur kelopaknya, abadi dalam segala musim)
mataku lelah
hatiku lelah
jiwaku lelah
tapi api dalam tubuhku menyala
mengekalkan rindu dan cinta
(aku selalu membuka jendela bila malam hujan
menyilangkan kaki di atas sajadah dan menjahit hati yang robek
dengan doa-doa lalu menulis puisi: kesetiaan dan kematian)
kekasihku, hidup sering terasa nyeri tetapi darah kian berdesir
ke pusaran kebaikan ke palung kearifan
aku selalu merasa ada yang berat untuk ditinggalkan
kenangan dan harapan.
Jaspinka, 2023
SUNGAI DALAM TUBUHMU
air itu begitu bening mengalir
sungai serupa kaca dalam tubuhmu
sungai serupa pelangi serupa madu
o, aku terpukau
aku ingin berenang di sungai bening tubuhmu
berpendaran sepanjang waktu
sungai yang menghilirkan perahu rindu
ke muara hatiku
sungai tanpa batu-batu
tanpa jeram dan palung
sungai yang mewangi di sepanjang waktu.
Jaspinka, 2023
PALUNG WAKTU
ia menepis segala yang dirindukan
menerjang segala yang merintang
ou, palung waktu; sesuatu yang absurd
yang menyala dalam tubuh
yang mengalir dalam jiwa
ia pun senantiasa bertarung dengan pengkhianatan
yang melukai
palung waktu; tempat berpusar rindu dendam
muara segala kegetiran dan keindahan!
Jaspinka, 2023
SETITIK CAHAYA
kopi tanpa gula yang kauseduh di tengah kesunyian pagi
asapnya masih mengepul, aromanya sepenuh rindu
gerimis menyisakan pertanyaan sederhana
: seluas apa lapang dadamu, sejauh apa tualangmu?
lalu hujan deras nian, ini baru persinggahan pertama
"atur debar jantungmu, puan penyair, puisi bisa
keriput dan menggigil!"
maka berlepasanlah miang dari tubuhmu
: "teruskan saja perjalanan, hujan entah kapan reda!”
engkau pergi jauh, tidak menoleh lagi
tidak mendecah lagi, melewati senja dan hujan
sesekali menyisir rambutmu yang memutih dengan jemari
sesekali menyapu debu di wajahmu
mulutmu rapat mengatup dan engkau melangkah kian jauh
kian jauh hingga engkau terlihat setitik cahaya
setitik cahaya yang menyilaukan mata.
Jaspinka, 2023
AIRMATANYA BERLINANG
ia ingin di hari ulang tahunnya sepekan lagi; tidak ada kue tar
atau nyala lilin, tidak ada pesta sekecil apa pun
biarlah seharian ia di sebuah lembah
jauh dari siapa pun, jauh dari keramaian
ia menikmati kesiur angin turun dari bukit
kicau burung dari rimbun pohon
elang terbang melayang di ketinggian
ia mau jauh dari laut yang berdebur
gedung-gedung, orang-orang, kendaraan
maka bila kalian ingin juga merayakan ulang tahunnya
baca puisi saja di lembah yang di tepi utara sana ada air terjunnya
kalian bisa berteriak sekerasnya sambil mandi-mandi
dan banyak rencana yang kaususun jadi gugur
memang tak ada kue tar dan nyala lilin
tak ada pesta ikan bakar
tak ada kuntum bunga dan kecupan
hanya potongan sajak-sajak
dan bisik doa sederhana
: "tuhan, beri ia kesehatan
beri ia hati cahaya
beri ia mawar
beri ia matahari!"
airmatanya berlinang.
Jaspinka, 2023
TELAH AKU TINGGALKAN
KARANG RUNCING TANJUNG SODONG
dengan hati riang-- telah kutinggalkan
karang runcing di bawah menara mercusuar tanjung sodong
karang runcing tempat aku merajut kata dari ombak
dari angin laut
dari kelepak camar
dari segala yang membuat jiwa berderap
dan debur sunyi yang menyala
bertahun-tahun kukayuh sampan
di bawah matahari dan rembulan
mandi keringat
jantung dan hati terus diuji
jiwa menyatu lumut karang, o,
kesetiaan lelaki pada laut
pada segala musim
kubelah selat nusakambangan
sampanku diayun-ayun gelombang
angin deras berkesiur kelat-getir
napasku berderu
di pantai teluk penyu daun waru berguguran
aku seolah mendengar jeritmu, weisku!
: "pijak pasir teluk penyu sekuatmu, hentak-hentakkan
lalu bergulingan, lalu berdirilah dengan dada membusung
dan kepala tegak, langkahkan kakimu ke utara, lewati
kota kecil cilacap, terus jauh ke utara naik ke bukit sinawing
lihatlah di lembah sana ada istana kecil jaspinka, istana puisi
yang terbuat dari kristal keringat dan air mata!"
ke lembah cirebah itulah engkau hendak pergi
membawa edelweis karang untuk weisku!
lalu engkau dan weisku sama-sama menenggak anggur kehidupan
penuh rindu
hingga benar-benar mabuk dan tidak pernah lagi ingat
runcing karang di bawah menara mercusuar tanjung sodong!
Jaspinka, 2021/2022
PEREMPUAN YANG BERTATO DI ATAS KEDUA PAYUDARANYA
ia selalu membuka tiga kancing baju atasnya; hingga sering
terlihat tato kalajengking di atas payudara kanannya-- bibirnya
rekah, matanya berbinar-binar; "ke marilah kekasih, peluk
aku sedalam-dalamnya!"
ia melangkah anggun dengan sepatu hak tinggi, ditebarnya
senyum, kota bergemerlapan cahaya, ia masuk ke dalam
gedung klinik kecantikan, ia ingin menjadi paling cantik
di bawah langit: "izinkan, aku tato kupu-kupu di atas payudara
kiriku!" maka di atas kedua payudaranya telah bertato, ia merasa
hidupnya jadi lebih sempurna
ia semprot pewangi ke seluruh lekuk-liku tubuhnya yang kenyal
ia bernyanyi kecil; "akan kugenggam dunia seisinya, juga hatimu
yang paling edelweis, kekasih!"
ia memetik percik pelangi yang jatuh usai gerimis seraya terus
bernyanyi kecil; "kalau tak sampai waktuku, 'kan kutenggak anggur
merah kehidupanku!"
ia pun mabuk anggur merah, menyusuri jalan-jalan kota dengan
langkah letih-- sempoyongan, ke selatan ke dermaga ungu lalu naik
ke tebing karang: "kekasih, izinkan aku terjun ke kedalaman laut!"
perempuan yang selalu berusaha bahagia walau terjebak dalam
labirin sunyi, nyaris sepanjang batang usia menyala-- sebelum terjun
ia mengelus kedua tato di atas payudaranya, ia mendengus panjang
ia merasa paling cantik di bawah langit, bagai atlet lompat indah,
tubuhnya melayang lalu jatuh di permukaan laut; "byurrr!"
Jaspinka, 2021/2022
Baca Juga
1. CERBUNG MERAH KUNING HIJAU DI LAUT BIRU (4)
PEREMPUAN YANG ALIS MATANYA DICUKUR HABIS DAN BERTATO ULAR BERKEPALA DUA MELINTANG DI ATAS PAYUDARANYA
ia, sering menghabiskan waktunya di kafe, -minum kopi -merokok
-game petualangan pubg-mobile dalam handphone -sesekali menulis
puisi, tetapi ia, perempuan yang alis matanya dicukur habis (kemudian
digaris pensil melengkung tipis) sebenarnya lebih banyak melamun
walau di dalam kafe serasa di dalam goa; dingin dan hampa
ia hanya tersenyum tipis-sinis kepada siapa pun yang berkunjung ke
kafe, ia (hampir) selalu duduk di pojok tenggara dekat poster marilyn
monroe, tak ada gairah untuk bercengkrama dengan orang lain, tak ada
selera apa pun walau musik mengalun berdentum-dentum, ia lebih asyik
dengan berbatang-batang rokoknya
matanya akan berapi-api bila ia melihat sepasang lelaki-perempuan
berpagut mesra, dadanya keras berguncang, ia-- terseret masa silam
yang jingga: lelaki lebih tepatnya “kekasih” berkhianat, meninggalkan
dirinya setelah bertemu dengan wanita berparas boneka, padahal telah
bertahun-tahun ia merajut kasih, telah ia serahkan seluruh mawar
lengkap dengan duri dan tangkainya, aukh, bahkan telah ia korbankan
laut dan karang dalam tubuhnya, kau tahu; pengkhianatan lebih ngilu
dari luka sembilu? sakit hati dan jiwa tak terperi!
ia, baru akan meninggalkan kafe setelah malam larut, setelah kafe
tutup-- langkahnya kecil membelah malam, kota berembun, lampu-
lampu taman diterpa pucat rembulan, tak ada yang tahu, saat dan
suasana seperti itulah ia merasakan hidup bahagia; menenggak
embun sekaligus berpeluk erat dengan baris-baris puisi surealis
setelah sampai di rumahnya dari kafe perempuan yang alis matanya
dicukur habis berjalan terhuyung-huyung, ia selalu mengelus tato ular
berkepala dua yang melintang persis di atas payudaranya; "tak ada
yang abadi selain luka sembilu!" desisnya lirih, ia lalu tertidur pulas
dan mendengkur, biasanya-- ia tertidur sampai senja!
Jaspinka, 2021/2022
_________________________________
Tentang Penulis
Eddy Pranata PNP— adalah founder
of Jaspinka—Jaringan Sastra Pinggir Kali, Cirebah, Banyumas Barat. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyei (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara
(2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang
Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing
Karang (2016), Abadi dalam Puisi
(2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang
(2021).
Puisinya
juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia,
Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang
Pos, Haluan, Singgalang, Minggu Pagi,
Asyik.asyik.com., Pikiran Rakat, dll.
0 Komentar