PUISI PEREMPUAN YANG BERTATO DI ATAS KEDUA PAYUDARANYA || EDDY PRANATA PNP

 

Ilustrasi Google.com

PADA SENJA KE SERIBU

 

pada senja ke seribu, aku memelukmu, kekasihku, dan aku

merasakan kehangatan yang luar biasa, aku berikan seluruh

hatiku, dan amuk rinduku serupa lautan yang bergelora

mataku terpejam

lama sekali aku dan engkau kemudian hanya saling diam

 

"hujan bisa turun sepanjang malam

  kenangan bisa mengekalkan kisah

  dan cinta bergerak di lorong misteri"

 

aku tanggalkan sayap malam yang tumbuh di kotamu

agar engkau tenang dalam pelukanku

aku kecup sepenuhnya keningmu

agar embun yang kian menebal di kaca jendela

menyimpan dalam-dalam sejarah kecil jingga

(sebenarnya aku hanya ingin dirimu adalah mawar

yang tidak gugur kelopaknya, abadi dalam segala musim)

 

mataku lelah

hatiku lelah

jiwaku lelah

tapi api dalam tubuhku menyala

mengekalkan rindu dan cinta

 

(aku selalu membuka jendela bila malam hujan

menyilangkan kaki di atas sajadah dan menjahit hati yang robek

dengan doa-doa lalu menulis puisi: kesetiaan dan kematian)

 

kekasihku, hidup sering terasa nyeri tetapi darah kian berdesir

ke pusaran kebaikan ke palung kearifan

aku selalu merasa ada yang berat untuk ditinggalkan

kenangan dan harapan.

 

Jaspinka, 2023

 

SUNGAI DALAM TUBUHMU

air itu begitu bening mengalir

sungai serupa kaca dalam tubuhmu

sungai serupa pelangi serupa madu

o, aku terpukau

aku ingin berenang di sungai bening tubuhmu

berpendaran sepanjang waktu

sungai yang menghilirkan perahu rindu

ke muara hatiku

sungai tanpa batu-batu

tanpa jeram dan palung

sungai yang mewangi di sepanjang waktu.

Jaspinka, 2023

 

PALUNG WAKTU


ia menepis segala yang dirindukan
menerjang segala yang merintang
ou, palung waktu; sesuatu yang absurd


yang menyala dalam tubuh
yang mengalir dalam jiwa


ia pun senantiasa bertarung dengan pengkhianatan
yang melukai

palung waktu; tempat berpusar rindu dendam
muara segala kegetiran dan keindahan!

 

Jaspinka, 2023

 

 SETITIK CAHAYA

 

kopi tanpa gula yang kauseduh di tengah kesunyian pagi

asapnya masih mengepul, aromanya sepenuh rindu

gerimis menyisakan pertanyaan sederhana

: seluas apa lapang dadamu, sejauh apa tualangmu?

 

lalu hujan deras nian, ini baru persinggahan pertama

"atur debar jantungmu, puan penyair, puisi bisa

keriput dan menggigil!"

maka berlepasanlah miang dari tubuhmu

: "teruskan saja perjalanan, hujan entah kapan reda!”

 

engkau pergi jauh, tidak menoleh lagi

tidak mendecah lagi, melewati senja dan hujan

sesekali menyisir rambutmu yang memutih dengan jemari

sesekali menyapu debu di wajahmu

mulutmu rapat mengatup dan engkau melangkah kian jauh

kian jauh hingga engkau terlihat setitik cahaya

setitik cahaya yang menyilaukan mata.

 

Jaspinka, 2023

 


AIRMATANYA BERLINANG

 

ia ingin di hari ulang tahunnya sepekan lagi; tidak ada kue tar

atau nyala lilin, tidak ada pesta sekecil apa pun

biarlah seharian ia di sebuah lembah

jauh dari siapa pun, jauh dari keramaian

ia menikmati kesiur angin turun dari bukit

kicau burung dari rimbun pohon

elang terbang melayang di ketinggian

ia mau jauh dari laut yang berdebur

gedung-gedung, orang-orang, kendaraan

maka bila kalian ingin juga merayakan ulang tahunnya

baca puisi saja di lembah yang di tepi utara sana ada air terjunnya

kalian bisa berteriak sekerasnya sambil mandi-mandi

 

dan banyak rencana yang kaususun jadi gugur

memang tak ada kue tar dan nyala lilin

tak ada pesta ikan bakar

tak ada kuntum bunga dan kecupan

hanya potongan sajak-sajak

dan  bisik doa sederhana

: "tuhan, beri ia kesehatan

               beri ia hati cahaya

               beri ia mawar

               beri ia matahari!"

 

airmatanya berlinang.

 

Jaspinka, 2023

 

 

TELAH AKU TINGGALKAN

KARANG RUNCING TANJUNG SODONG

 

dengan hati riang-- telah kutinggalkan

karang runcing di bawah menara mercusuar tanjung sodong

karang runcing tempat aku merajut kata dari ombak

dari angin laut

dari kelepak camar

dari segala yang membuat jiwa berderap

dan debur sunyi yang menyala

 

bertahun-tahun kukayuh sampan

di bawah matahari dan rembulan

mandi keringat

jantung dan hati terus diuji

jiwa menyatu lumut karang, o,

kesetiaan lelaki pada laut

pada segala musim

 

kubelah selat nusakambangan

sampanku diayun-ayun gelombang

angin deras berkesiur kelat-getir

napasku berderu

 

di pantai teluk penyu daun waru berguguran

aku seolah mendengar jeritmu, weisku!

 

: "pijak pasir teluk penyu sekuatmu, hentak-hentakkan

   lalu bergulingan, lalu berdirilah dengan dada membusung

   dan kepala tegak, langkahkan kakimu ke utara, lewati

   kota kecil cilacap, terus jauh ke utara naik ke bukit sinawing

   lihatlah di lembah sana ada istana kecil jaspinka, istana puisi

   yang terbuat dari kristal keringat dan air mata!"

 

ke lembah cirebah itulah engkau hendak pergi

membawa edelweis karang untuk weisku!

 

lalu engkau dan weisku sama-sama menenggak anggur kehidupan

penuh rindu

hingga benar-benar mabuk dan tidak pernah lagi ingat

runcing karang di bawah menara mercusuar tanjung sodong!

 

Jaspinka, 2021/2022

 

 

PEREMPUAN YANG BERTATO DI ATAS KEDUA PAYUDARANYA

 

ia selalu membuka tiga kancing baju atasnya; hingga sering

terlihat tato kalajengking di atas payudara kanannya-- bibirnya

rekah, matanya berbinar-binar; "ke marilah kekasih, peluk

aku sedalam-dalamnya!"

 

ia melangkah anggun dengan sepatu hak tinggi, ditebarnya 

senyum, kota bergemerlapan cahaya, ia masuk ke dalam

gedung klinik kecantikan, ia ingin menjadi paling cantik

di bawah langit: "izinkan, aku tato kupu-kupu di atas payudara

kiriku!" maka di atas kedua payudaranya telah bertato, ia merasa

hidupnya jadi lebih sempurna

ia semprot pewangi ke seluruh lekuk-liku tubuhnya yang kenyal

ia bernyanyi kecil; "akan kugenggam dunia seisinya, juga hatimu

yang paling edelweis, kekasih!"

 

ia memetik percik pelangi yang jatuh usai gerimis seraya terus

bernyanyi kecil; "kalau tak sampai waktuku, 'kan kutenggak anggur

merah kehidupanku!"

ia pun mabuk anggur merah, menyusuri jalan-jalan kota dengan

langkah letih-- sempoyongan, ke selatan ke dermaga ungu lalu naik

ke tebing karang: "kekasih, izinkan aku terjun ke kedalaman laut!"

perempuan yang selalu berusaha bahagia walau terjebak dalam

labirin sunyi, nyaris sepanjang batang usia menyala-- sebelum terjun

ia mengelus kedua tato di atas payudaranya, ia mendengus panjang

ia merasa paling cantik di bawah langit, bagai atlet lompat indah,

tubuhnya melayang lalu jatuh di permukaan laut; "byurrr!"

 

Jaspinka, 2021/2022

 

Baca Juga 

1. CERBUNG MERAH KUNING HIJAU DI LAUT BIRU (4)

2. BUKU BERTEMU BELALANG DAN  SAWAH SEPETAK DI KAMPUNG

3.  PUISI SYAWAL 

 

PEREMPUAN YANG ALIS MATANYA DICUKUR HABIS DAN BERTATO ULAR BERKEPALA DUA MELINTANG DI ATAS PAYUDARANYA

 

ia, sering menghabiskan waktunya di kafe, -minum kopi -merokok

-game petualangan pubg-mobile dalam handphone -sesekali menulis

puisi, tetapi ia, perempuan yang alis matanya dicukur habis (kemudian

digaris pensil melengkung tipis) sebenarnya lebih banyak melamun

walau di dalam kafe serasa di dalam goa; dingin dan hampa

ia hanya tersenyum tipis-sinis kepada siapa pun yang berkunjung ke

kafe, ia (hampir) selalu duduk di pojok tenggara dekat poster marilyn

monroe, tak ada gairah untuk bercengkrama dengan orang lain, tak ada

selera apa pun walau musik mengalun berdentum-dentum, ia lebih asyik

dengan berbatang-batang rokoknya

matanya akan berapi-api bila ia melihat sepasang lelaki-perempuan

berpagut mesra, dadanya keras berguncang, ia-- terseret masa silam

yang jingga: lelaki lebih tepatnya “kekasih” berkhianat, meninggalkan

dirinya setelah bertemu dengan wanita berparas boneka, padahal telah

bertahun-tahun ia merajut kasih, telah ia serahkan seluruh mawar

lengkap dengan duri dan tangkainya, aukh, bahkan telah ia korbankan

laut dan karang dalam tubuhnya, kau tahu; pengkhianatan lebih ngilu

dari luka sembilu? sakit hati dan jiwa tak terperi!

 

ia, baru akan meninggalkan kafe setelah malam larut, setelah kafe

tutup-- langkahnya kecil membelah malam, kota berembun, lampu-

lampu taman diterpa pucat rembulan, tak ada yang tahu, saat dan

suasana seperti itulah ia merasakan hidup bahagia; menenggak

embun sekaligus berpeluk erat dengan baris-baris puisi surealis

 

setelah sampai di rumahnya dari kafe perempuan yang alis matanya

dicukur habis berjalan terhuyung-huyung, ia selalu mengelus tato ular

berkepala dua yang melintang persis di atas payudaranya; "tak ada

yang abadi selain luka sembilu!" desisnya lirih, ia lalu tertidur pulas

dan mendengkur, biasanya--  ia tertidur sampai senja!

 

Jaspinka, 2021/2022

_________________________________

Tentang Penulis

Eddy Pranata PNPadalah founder of Jaspinka—Jaringan Sastra Pinggir Kali, Cirebah, Banyumas Barat. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyei (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021).

Puisinya juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos,  Haluan, Singgalang, Minggu Pagi, Asyik.asyik.com., Pikiran Rakat, dll.

Posting Komentar

0 Komentar