PUISI SEBUAH RAHASIA TENTANG HATI || NGADI NUGROHO

 

Ilustrasi lovepik

Sebuah Rahasia Tentang Hati

Di matamu masih menyimpan seberkas pijar. Walau terpejam. Setiap kali pun terpejam. Kapan padam? Entah. Mungkin engkau ingin hanya tuhan yang tahu tentang jejak langkahmu. Yang dengan rapi engkau susun sedemikian rupa. Engkau sembunyikan sangat hati-hati di antara serpihan angka-angka di lembar-lembar kalender tua.

Mungkin memang. Aku tak perlu tahu. Ya, memang, aku tak perlu tahu. Tentang warna laut merah saga di matamu. Atau apapun itu. Karena tetap. Di kepalamu kota-kota tua belumlah runtuh. Masih ada pijar lampu-lampu menyala penuh. Hujan Pun masih setia berkabar. Tentang secuil melankolia berdiri tugur di dada. Menjadi bait-bait sajak terkucil. Melambaikan tanya pada senja. Juga pada dermaga di ujung sana.

Apakah kapal telah lewat? 

Entahlah aku tak bisa menjawabnya. Mungkin sebentar lagi. Saat matahari berwarna perak telah tenggelam. Dan pijar kota-kota tua di kepalamu. Padam!

 Kaliwungu, 2023

 

TERTINGGAL

Masih ada yang tertinggal

Di antara debu tulangku

Kenangan mengapung di antara cahaya fajar

Walau sunyi susah payah menyembunyikannya

Namun cahaya rembulan yang sama waktu itu berhasil menyekap menjadi kilap air mata

Hingga tak mudah hari-hari ataupun tahun-tahun menghapusnya

Walau masih banyak pilihan jalan

Namun langkahku berputar

Seperti ikan-ikan dalam kolam

Seakan dunia lebar

Padahal pikiran hanya berkutat di itu-itu saja

Jejak yang diulang-ulang

Rembulan yang masih sama di atas sana

Juga gigil angin merutuki nasib tak tentu

Mungkin hanya dengan bahasa waktu aku berhenti di putaran kedunguan langkahku

Dengan detik yang tiba-tiba berhenti

Tak menyisakan otakku untuk berpikir atau mengingat kenangan-kenangan patah

Mungkin hampa, tapi biarlah yang tertinggal memahat hening di ruang gelap

Menerka-nerka apakah aku telah selamat saat malaikat maut datang melawat

 

Kaliwungu, 2023

 


HARAPAN

Saat ayahku mendongeng

Aku menemukan diriku di ceritanya

Menjadi kepompong

 

Saat ayah menyalakan lampu

Aku melindap, sembunyi di rahim ibu

 

Dan sekarang

Kepompong itu menjadi kupu-kupu

Hinggap di daun-daun getas

Terbang mencari kembang untuk dipinang

Merajut langkah-langkah kecil

Mengasah kehidupan hingga tuntas


Dan sekarang

Kupu-kupu ini sedang mendongeng

Sulutkan pijar lampu di bening mata seorang bocah

Menjadi cahaya di beranda

Saat jiwa telah tersesat di dunia tua

Hingga segala kepak sayap tanggal

Direnggut sang ajal

 

Kaliwungu, 2023

_____________________________________

Tentang Penulis

Ngadi Nugroho, lahir di Semarang, 28 Juni. Seorang lulusan Teknologi Pertanian yang mencoba menggeluti dunia sastra. Beberapa karya sajak/puisinya pernah dimuat di beberapa antologi, sejumlah media massa online juga majalah sastra (Jazirah Sebelas, Progo7, Dunia: Suara Penyair Mencatat Ingatan, Wasiat Botinglangi, Media Indonesia, Balipolitika.com, Umakaladanews, Riausastra, Magrib.id, Barisan.co, Madrim Pos, Modepesawat, Majalah Elipsis, Majalah Jurnal Sastra Santarang, Pustaka Kabanti Kendari, Semilir.co dll).

Posting Komentar

0 Komentar