ULASAN YOHAN MATAUBANA-TIRUAN KREATIF HILMI FAIQ DALAM CERPEN DI BALIK HERNIA SUJALI

Pixabay.com

Tiruan Kreatif Hilmi Faiq Dalam Cerpen Di Balik Hernia Sujali

Aristoteles (384-322) mengemukakan istilah zoon politicon untuk menyebut manusia sebagai makhluk sosial, bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Interaksi sosial selain dapat dijumpai di dunia, ternyata dapat juga kita temui dalam dunia sastra. Karya sastra secara khusus cerpen juga kerap menghadirkan interaksi antar tokoh yang satu dengan yang lain. Karya sastra mampu menghubungkan dunia nyata dan dunia imajinatif. Dalam hal ini, karya sastra turut memberikan ruang interaksi di mana kisah dunia dan kisah imajinatif untuk menciptakan ruang komunikasi antara karya dan seniman, karya dan pembaca, pembaca dan seniman.

Paul Ricoeur seorang filsuf dari Perancis. Pada abad ke-20 berhasil membuktikan bahwa tindakan (dan seluruh pengalaman hidup manusia) menjadi bermakna karena dikisahkan dan sebaliknya kisah mendapat isinya dari tindakan dan pengalaman hidup manusia. Lebih dalam lagi ,Ricouer memberi suatu pemahaman baru tentang hubungan antara tindakan manusia dan cerita yang dirumuskan dalam kata kunci mimesis. Penulis berusaha memaknai kata mimesis yang berasal dari kata kerja “mimesthai” yang berarti menciptakan kembali, meniru  atau meragakan kembali.

Cerpen Di Balik Hernia Sujali adalah salah satu cerpen yang menurut saya kuat membangun relasi antar tokoh. Kisah di dalamnya juga seperti mengisahkan realitas yang ada di dunia tetapi diperagakan kembali dalam satu cerpen. Kalau dalam ilmu hermeneutik Ricoeur menyebutnya sebagai tiruan kreatif (mimesis) atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Ia membagikan mimesis itu dalam tiga bagian penting.

Mimesis pertama. Ricoeur menegaskan bahwa proses tiruan kreatif itu sudah terdapat dalam tindakan nyata manusia sebelum tindakan itu dikisahkan atau dinarasikan. Cerpen karya Hilmi Faiq-Di Balik Hernia Sujali,  Sebetulnya adalah narasi realitas kehidupan manusia. Menyapu halaman, dialog, membantu orang adalah tindakan yang sebelumnya sudah ada dalam kehidupan itu. Semua orang mengalami tindakan seperti ini, entah dengan melakukannya secara langsung atau mengamati orang-orang sekitar. Di sini, letak Ricouer membuat penegasan tentang tiruan kreatif itu sudah secara konkret ada dalam kehidupan nyata.

Mimesis kedua. Dari Ricouer adalah konfigurasi plot sebuah kisah.  Proses di mana realitas kehidupan ditransformasikan ke dalam teks atau karya. Salah satu contoh adalah yang dikisahkan dalam dialog tokoh Sujali, ia mengalami Hernia-ada benjolan yang muncul secara tidak biasanya di bagian selangkangan. Dikisahkan juga akibat dari penyakit itu, Sujali harus dioperasi. Ibu RT dan masyarakat berdonasi untuk membantu Sujali. Tetapi dibalik kisah ingin operasi, ada masalah lain yang terdapat dalam realitas kehidupan manusia sekarang seperti penipuan, kesusahan orang membiaya kesehatan, kepedulian terhadap sesama manusia dan lain sebagainya.

Sampai pada mimesis dua, karya sastra hadir sebagai bentuk tiruan kreatif manusia. Hilmi Faiq menarasikan kisah Sujali yang merupakan bagian dari apa yang pernah dilakukan dalam dunia ini.

Mimesis ketiga. Adalah bagaimana sebuah karya yang sudah jadi dinikmati oleh para pembaca atau pendengar. Hal ini lebih pada kehadiran makna narasi teks dalam diri para pembaca atau pendengar. Para pembaca atau pendengar meski tahu bahwa satu tindakan mempunyai keterkaitan makna selalu dengan yang lain. Tindakan transformasi karya sastra kepada pembaca atau pendengar tentu mempunyai berbagai pemahamannya masing-masing. Di sini karya sastra bertindak secara kreatif memberi ruang kreativitas pada masing-masing pembaca atau pendengar hadir memberi mimesis dari apa yang diperoleh dari karya dan dihubungkan dengan konteks dunia yang ia hidupi. Kadang perlu kita bertanya, pernahkah  kisah Sujali terjadi pada diri anda atau orang di sekitar anda? Barangkali kita pernah hadir sebagai orang yang suka berdonasi pada sesama yang sedang menderita? Atau ada hal lain yang dirasa perlu untuk ditiru atau dimaknai pembaca atau pendengar dalam isi karya tersebut.

Akhirnya saya melihat karya sastra tidak semata menuangkan kata-kata atau kisah belaka, tetapi di sana ada proses tiruan kreatif yang bertindak terhadap realitas kehidupan manusia.

Wisma Agustinus Wairpelit,2022.



Posting Komentar

0 Komentar