Pemikir Gelap di Era Digital
Pada ruang kontemplatif, saya kadang ingin
menjadi seorang sufi. Saya ingin menjadi seorang Jalaludin Rumi. Saya ingin
menjadi seorang Khalil Gibran. Saya ingin menjadi seorang William Y Buttler. Saya
ingin menjadi seorang Tere Liye. Saya ingin menjadi bla-bla-bla, dan seterusnya.
Hingga akhirnya pada batasan terendah, sesungguhnya saya ingin menjadi diri
saya sendiri. Lantas dimanakah sesungguhnya dimensi pikiran kita, pada sisi
yang sama akan memunculkan pertentangan.
Apa yang menjadi batas ketersinggungan
manusia dengan alam sekitarnya, memacu interaksi perspektif (cara pandang)
dengan kontemplasi nalar, hingga muncul ide, analisa, penelitian, kajian serta
teorema analitik, “kadang” dianggap pendapat yang sejajar dengan teori keilmuan
(metafisik).
Tanpa sadar kita memunculkan plagiasi diri,
karena kedinamisan ruang itu selalu terbuka dan tidak terbatas. Sehingga siapa
pun yang berada di ruang itu, boleh hidup dan memberihidup, dan membebaskan
diri dari ketidaksempurnaan dan ketidaktahuan dirinya. Lalu, apakah pemikiran
karya sastra bisa kita tempatkan pada dimensi ruang ini!?
Terlepas dari pendapat ahli dan pakar tentang
dimensi pemikiran hidup, bahwa kita juga tidak bisa mengelak dari sebuah
keinginan atau angan-angan yang kuat di dalam keterbatasan manusia. Bagaimana
sebuah proses melewati dimensi ruang kontemplatif, hingga pelbagai cobaan dan
ujian yang harus dilewati (kajian mental), menjadi proses kematangan untuk
mencapai tingkatannya masing-masing. Batasan ini melahirkan kematangan duniawi
dan/atau kematangan spiritual.
Dalam buku “Sang Penguasa” karya Machiavelli,
tersirat bahwa bagaimana dunia ini menjadi ladang para kapitalis dengan cara
mematikan atau pembunuhan karakter orang lain yang dianggap sebagai musuh.
Orientasi filosofis menjadi dasar dogmatis untuk menindas kaum lemah, yang pada
umumnya tidak menguasai ilmu pengetahuan. Revolusi sosial secara besar-besaran
dibarengi dengan kemajuan teknologi, yang mampu mengendalikan pemikiran kaum
lemah. Dimensi pemikiran menjadi alat untuk menguasai dunia.
Tanpa disadari, pengembangan dan kemajuan
teknologi yang begitu pesat, salah satunya berdampak pada makin terkikisnya
tekstur budaya dan bahasa. Suka atau tidak suka, jika kita melihat fakta
sekarang, apakah peran budaya dan bahasa berpengaruh besar dalam dimensi teknologi
di era digital saat ini? Sangat kecil, dan sungguh prihatin! Artinya, ruang
kontemplasi manusia lebih hidup untuk menjawab tantangan era modern dan
kemudian sedikit demi sedikit meninggalkan struktur genetik budaya.
Pengembangan dan kemajuan teknologi yang
begitu pesat, terutama yang berbasis jaringan internet, memaksa siapa saja
untuk mengenal alat-alat komunikasi. Kita lihat saja, betapa kini sangat
menjamur produk-produk teknologi seperti gawai, ponsel android, dan sejenisnya.
Alat yang diciptakan untuk digunakan dalam mempercepat informasi. Hampir
seluruh lapisan masyarakat, menjadi konsumen dan ini menjadi paradigma baru,
biar tidak ketinggalan zaman,
yang memacu makin majunya informasi.
Artinya, di balik kemajuan teknologi ini,
kita mulai disamarkan dengan ide-ide atau opini baru. Karena terjadinya arus
perubahan sosial yang begitu besar, sehingga siapa saja bisa mengklaim dirinya sebagai
penemu informasi, meski harus dengan cara merusak etika moral (budaya) dan dengan
penggunaan kaidah bahasa yang tidak benar. Sehingga penulis mencoba menganalisa
melalui tulisan ini, bahwa kemajuan teknologi digital ada banyak “tokoh di
balik layar” atau dengan istilah penulis sebagai “pemikir gelap” yang turut
berperan dalam mereduksi perubahan masa atau era.
Transformasi masa faktanya memang terus
berkembang dan kini disebut sebagai era digitalisasi. Jika istilah “pemikir
gelap”, kita kaitkan dengan awal paragraf, maka siapa pun akan mampu menjadi siapa-siapa meski harus dengan bantuan sarana
teknologi. Kerusakan tekstur bahasa pun menjadi typo, yang tidak perlu takut untuk dikritik, karena konsumen informasi banyak
yang menganggap itu sebagai referensi baru dalam literatur. Dan itu dianggap
sah-sah saja dalam era seperti saat ini.
Bagaimana persoalan menjawab tantangan era
digitalisasi saat ini, tentu ada banyak aspek atau dimensi yang harus
disatukan. Karena ini juga akan berdampak pada pembangunan kerangka bangsa
secara utuh. Bagaimana kebijakan politik bisa mengakses kepentingan bangsa,
dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Kedinamisan era juga harus
berbanding lurus dengan upaya-upaya menjaga eksistensi lokal, termasuk bahasa
dan budaya. Banyak potensi budaya dan bahasa lokal terpinggirkan.
Kenapa menjadi penting untuk menjaga dan
mengembangkan potensi lokal, karena tanpa kearifan lokal akan terjadi adanya
gesekan serta pengikisan nilai-nilai, yang selama ini menjadi sumber pengakuan terhadap
ribuan suku bahasa dalam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Era
digitalisasi sangat rentan dengan munculnya kapitalisasi baru, yang kadang
tidak berpikir rasional, dengan membunuh atau mematikan karakter lokal. Maka
untuk mempertahankan nilai-nilai bahasa dan budaya harus ada konsep humanisme
(kemanusiaan). Dengan kata lain, politik itu tujuannya untuk mewujudkan
martabat kemanusiaan.
Pemikir bebas atau dengan istilah pemikir gelap, adalah orang atau sekumpulan orang yang kurang atau sama sekali tidak memikirkan kepentingan orang banyak. Mungkin ini sudah menjadi dimensi untuk bisa bersaing dalam tantangan era digitalisasi. ***
*) Penulis
adalah pegiat sastra dan peminat bahasa
__________________________
Tentang Penulis
VITO PRASETYO, dilahirkan di Makassar, 24 Februari 1964 -- Agama: Islam -- Bertempat tinggal di Kab. Malang– Pernah kuliah di IKIP Makassar. Bergiat di penulisan sastra sejak 1983, dan peminat budaya. Naskah Opini dan Sastra (Cerpen, Puisi, Esai, Resensi), Artikel Pendidikan & Bahasa telah dimuat media cetak lokal, nasional, dan Malaysia, antara lain: Koran TEMPO - Harian Media Indonesia (Jakarta) – Harian Jawa Pos – Harian Pikiran Rakyat (Bandung)–Harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta) - Harian Republika (Jakarta) –Harian Solopos (Surakarta) – Harian Rakyat Sultra (Kendari) - Harian Suara Merdeka (Semarang)-Harian Pedoman Rakyat (Makassar) - Harian Suara Karya (Jakarta) – Koran Minggu Pagi – Harian Bali Post - Harian Denpasar Post (Denpasar) – Harian Radar Surabaya (Surabaya) –Harian Riau Pos (Pekanbaru)- Harian Sumut Pos (Medan) – Harian Lombok Post (Mataram) – Harian Radar Cirebon - Majalah Puisi – Harian Digital LiniKini (Jakarta) – Harian Waktu (Cianjur) – Harian Haluan (Padang) – Harian Fajar (Makassar)– Mingguan Utusan Malaysia – Harian Digital Malang Voice (Malang) – Majalah SIMALABA (Versi Cetak dan Digital) – Majalah Pewara Dinamika (Universitas Negeri Yogyakarta)– Koran Dinamikanews – Harian Tribun Bali – Majalah Digital Apajake.Id. Harian Bangka Pos – Harian Duta Masyarakat (Surabaya) - Nusantaranews.co -Buanakata.Com - Wartalambar.com – Harian Padang Ekspres - Harian Malang Post(Malang) – Magrib.id – travesia.co.id – Harian Ekspres Malaysia – Koran Merapi(Yogyakarta) – Harian Suara Pembaruan - Harian Utusan Borneo (Malaysia) –Kompas.id – Majalah Puisipedia – Portal Media LP Ma’arif NU Jateng – MajalahSemesta Seni– Iqra.id – Radar Mojokerto – Metafor.id – Harian Singgalang (Padang) –Radar Bromo (Pasuruan) – Wartabianglala.com – Beritabaru.co – Haripuisi.id –madrasahdigital.id – Asyikasyik.com – Harian Radar Malang – Ayobandung.com –Litera.co.id – Sutera.id – Tanjungpinang Pos – Kompasiana – Indonesiana.id – Harian Radar Banyuwangi – Harian Analisa (Medan) – Majalah Digital Elipsis – Ceritanet.com–Inskripsi.com – Harian Nusa Bali – Cerano.id – lamanriau.com – Harakatuna.com –Negerikertas.com – Tirastimes.com – Riausastra.com – Barisan.co – Sajak Kofe(mediaindonesia.com) – Harian Metro Sulteng (Balai Bahasa Sulteng) – Laman Badan Bahasa Kemdikbud – Kelaspuisialit.blogspot.com – Lensasastra.id – Insidelombok.id – Serumpunbambu.id – Pronusantara.com – NU Online – Maca.web.id – Gorontalo Post– Jurdik.id – Suarakrajan.com – Pos Bali – Majalah Karas – Batam Pos – Majalah Literabasa Bengkulu – Balairungpress.com Buku Antologi Puisi: “Jejak Kenangan” (RB-2015)), “Tinta Langit” (RB-2015) - “2 September” (RB-2015) - “Jurnal SM II” Sembilan Mutiara Publishing (2016) – “Keindahan Alam” FAM Publishing (2017) - “Ibu” FAM Publishing (2017) – “Tanah Bandungan” FAM (2018) – “Perempuan-Perempuan Kencana (2020) LISSTRA – Antologi Puisi “Sajak Dwiwangga – Dunia Tak Lagi Dingin” (2020) – “Pendaki Bermata Pena” (2020) – Antologi Esai “Menakar Kebergizian Buku” Apajake.id (2021) – “Luka Mimpi” WR Academy (2021)– “Lelaki Pemburu Hujan” WR Academy (2021) – Antologi Motikal “Bisai” Komunitas Durasi Paralay (2021) – “Sabda Bumi” Media Literasi Indonesia (2021) – “Sepeda dan Buku” Apajake.id (2021) – Antologi “Dua Kota Dua Pulau” (2021) – “Jejak Puisi Digital” Yayasan Hari Puisi Indonesia (2021) – “Memancing di Tubuh Ibu” Litera.co.id (2021) –“Lampion Merah Dadu” (2022) – “Minyak Goreng Memanggil” (2022) – “Bunga-Bunga Kamboja Berguguran di Pesta” (2022) – “WasiatBotilangi” (2022) – Antologi Puisi Satu Abad Chairil Anwar “Ini Kali Tidak Ada yang Mencari Cinta” Gramedia (2022) –Kumpulan Esai Satu Abad Chairil Anwar “Di Antara Gudang Rumah Tua, pada Cerita” –Gramedia (2022) – “Aku dan Chairil” jurdik.id (2022) – “Kilau Sungai Lelap Tidurmu” (2022) – “Parepare Kota Cinta” (2022) – “Jakarta yang Abadi Berpijar” Komunitas Rupa Kata (2022) – “Tirtayasa Madukoro Baru I” (2022) Termaktub dalam Buku ‘APA DAN SIAPA PENYAIR INDONESIA” (tahun 2017) Juara 1 Lomba Cipta Puisi Tema “Patah Hati” Tingkat Nasional Tahun 2020 (Writerpreneur Academy) Juara 3 Lomba Cipta Puisi Tema “Asmara” Tingkat Nasionaltahun 2021 (Writerpreneur Academy) Nominasi Puisi Anugerah Sastra Litera Tahun 2021 Puisi Terbaik Lomba Cipta Puisi Tema Ramadan Tahun 2022 (Negerikertas.com) Juara 2 Lomba Cipta Puisi Tema Kartini Tahun 2022 (Teroka Tempo) Nominasi 10 Besar Sayembara Penulisan Puisi Teroka Tempo dalam Rangka 1 Abad Chairil Anwar Tahun 2022, E-mail : vitoprasetyo1964@gmail.com
HP/WA: 085336361115
Alamat: Jl. Tumapel IV / 35
RT. 002 – RW. 006 Pagentan
Singosari – Kab. Malang
fb/vito.prasetyo -- Instagram: @vitoprasetyo5-- Twitter: @prasetyo_vito
0 Komentar