CERPEN ATYNA MISA-LUKISAN BUGIL

 

Pixabay.com

LUKISAN BUGIL

Dengan dandanan yang simple, bentuk tubuh yang tidak terlalu menarik, wajah yang pas-pasan, Lazarus berusaha mengembangkan bakat melukisnya dengan berjalan dan berkeliling dari satu pulau ke pulau yang lain. Ia mengembara, menikmati keindahan, yang alam sediakan dan sesekali ia mengonta-ganti namanya kapanpun ia mau. Dari lazarus, menjadi Ustu, Julio, Rio, Gaspar juga Gusti. Itulah kebiasaan yang sangat khas pada diri Lazarus. Ia melanglang buana mengikuti kendaraan yang ada. Tanpa arah tentunya, di mana kendaraan itu berhenti, ia turun dan berjalan.  Saat berada di atas bus, di kapal atau pesawat ia selalu melukis. Lukisan itu selalu ia hadiahkan untuk orang yang duduk tepat disampingnya. Sungguh sebuah kehormatan dan kebahagiaan bagi mereka yang berada di sampingnya.

Lukisan-lukisannya terlihat sangat unik, langka, dan banyak diminati. Ia melukis keindahan alam, makhluk hidup yang ia temui, maupun kejadian-kejadian yang ia saksikan. Ia tak pernah mau menjual lukisannya. Ia hanya ingin agar siapapun yang melihat lukisannya mampu menikmati keindahan yang ada, mampu melihat lebih dalam dan intim makna di balik lukisan tersebut.

Suatu senja pada bulan oktober 1996, dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya, ia tak sengaja berjumpa dengan seorang gadis Timor Leste. Gadis itu memiliki kulit yang eksotik, rambut yang ikal terurai, bibir yang tipis, bola mata yang cukup bulat dihiasi alis yang tebal. Bodynya memancing mata untuk terus memandanginya tanpa mau beralih lagi. Dengan tarikan nafas yang dalam ia bergumam, sungguh benar apa yang dikatakan:

“Perempuan adalah singgasana segala keindahan”.

Ia mendekati perempuan itu, menyalaminya dan dengan spontan bertanya padanya, “Bolekah aku melukismu?”

Wanita itu tersenyum dan berkata: “Tentu”.

 Lalu wanita itu bertanya lagi padanya “Maukah kau melukisku tanpa busana?”

Lazarus menatapnya dan berkata, “Apa yang ada dipikiranmu?”

Wanita itu dengan spontan menjawab,

“Dengan lukisan bugil ini aku ingin agar banyak orang memahami betapa indah dan mulia ciptaan Tuhan, agar rasa minder dalam diri berkurang, agar penghargaan terhadap tubuh manusia ditingkatkan dan agar manusia mengerti juga bahwa yang bugil, yang transaparan adalah simbol dari sebuah kejujuran dan keterbukaan. Banyak orang menaburkan uang di salon-salon, di klinik-klinik kecantikan dan di rumah sakit-rumah sakit untuk memperindah wajah bahkan seluruh tubuhnya. Yang asli hilang dan yang ada hanyalah topeng semata yang mungkin harus terus dibaharui tiap saat”.

            Lazarus menatap wanita itu tanpa satu katapun, ia hanya menunjuk pada sebuah sofa yang ada di situ dan perempuan itu pun dengan sendirinya paham akan apa yang dimaksud oleh Lazarus.

Perempuan tanpa busana, tertarik melihatnya? Siapa yang tidak tertarik melihat lukisan perempuan tanpa busana. Lazarus melukis seorang perempuan, yang sedang berbaring di atas sebuah sofa pink. Perempuan itu bugil, aura kecantikan yang sangat alami terpancar keluar. Tiap lekuk dan garis tubuh perempuan dilukis dengan sangat anggun dan mempesona. Lukisan itu terlihat hidup. Lazarus sangat pandai menarik atensi khalayak. Ia luar biasa memancing interese tiap orang. Lukisan bugil ini adalah lukisan primadona.

Lazarus semakin dikenal karena lukisannya ini. Ia diundang untuk mengikuti sebuah pameran lukisan. Ia pun dengan senang hati menerima undangan tersebut. Ada begitu banyak pengunjung, datang dari berbagai macam tempat, mulai dari yang paling jauh sampai pada yang terdekat. Banyak orang berdesak-desakan ingin melihat lukisan tersebut.

“Bagus”

“Inspiratif”

Komentar seorang wanita paruh baya dengan mimik yang tidak terlalu jelas antara kagum dan tidak. Entah ia paham atau tidak makna dibalik lukisan tersebut. Wanita itu spontan berkata,

“Apa sesunguhnya yang manarik dari lukisan ini?”

“Di sekitar sini ada begitu banyak lukisan perempuan yang lebih indah”.

“Bahkan jika kubandingkan dengan hasil rekayasa dalam komputer maupun kamera toh jauh lebih unggul bahkan akan semakin waohhh jika dilihat lansung”.

Lazarus tenang saja, sambil terus mendengarkan komentar-komentar yang ada. Bagi Lazarus semua komentar adalah hak utuh para penikmat, yang tak boleh diperdebatkan. Belum selesai berpikir dan merenung, tiba-tiba seorang lelaki remaja memandang lazarus dan berkata,

“Hei Sobat, aku sangat yakin bahwa sebelum lukisan ini ada, tentunya engkau berdisermen ratusan kali untuk sampai pada sebuah keputusan. Apa yang harus dilukis, apa yang tidak perlu, bagaimana ekspresi dalam lukisan itu? Tentu sangat berbelit-belit. Di era digital ini, barang-barang elektronik telah disiapkan untuk mempermudah manusia, sekali klik langsung jadi. Tidak perlu waktu yang lama untuk memperoleh sebuah lukisan atau foto”.

Lazarus menatapnya dan berkata,

“Memang benar katamu, dunia moderen ini mempermudah banyak orang dalam segala hal. Tentu baik, namun nilai lebihnya tak ada. Kreativitas yang seharusnya lahir dari sastra dikuburkan begitu saja, refleksi yang indah tentang sebuah lukisan tidak ada, nihil, karena hanya butuh waktu sedetik untuk mendapatkan semuanya itu. Oleh karena kurangnya pemahaman akan nilai sebuah keindahan maka banyak lukisan bugil hanya dilihat sebagai sebuah aksi pornografi, dijadikan sebagai hal yang tabu dan selalu memiliki konotasi yang sangat negatif. Hal ini muncul dan terjadi karena semua serba instan di zaman ini, berpikir bukanlah prioritas utama, cukup sekali klik dan jadi”.

Lelaki remaja itu menatapnya sambil berkata,

“Kamu tidak hanya melukis dengan tangan dan jari-jarimu saja, perkataan yang keluar dari bibirmu adalah lukisan yang hidup dan sangat bermakna bagi aku dan kami yang hidup di zaman modern ini. Semoga banyak kaum muda kembali disadarkan akan nilai sastra yang sesungguhnya. Nilai yang memiliki unsur reflektif yang dalam, yang menggugah batin dan yang mengandung unsur estetika yang mesra.

_________________________

Tentang Penulis

Atyna Missa, adalah seorang biarawati kelahiran  Dili-Ainaro, 01 Oktober. Kini penulis sedang menjadi Mahasiswi Semester VI STFK di Ledalero.

Posting Komentar

0 Komentar