LUKISAN BUGIL
Dengan
dandanan yang simple, bentuk tubuh yang tidak terlalu menarik, wajah yang
pas-pasan, Lazarus berusaha mengembangkan bakat melukisnya dengan berjalan dan
berkeliling dari satu pulau ke pulau yang lain. Ia mengembara, menikmati
keindahan, yang alam sediakan dan sesekali ia mengonta-ganti namanya kapanpun
ia mau. Dari lazarus, menjadi Ustu, Julio, Rio, Gaspar juga Gusti. Itulah
kebiasaan yang sangat khas pada diri Lazarus. Ia melanglang buana mengikuti
kendaraan yang ada. Tanpa arah tentunya, di mana kendaraan itu berhenti, ia
turun dan berjalan. Saat berada di atas
bus, di kapal atau pesawat ia selalu melukis. Lukisan itu selalu ia hadiahkan
untuk orang yang duduk tepat disampingnya. Sungguh sebuah kehormatan dan kebahagiaan
bagi mereka yang berada di sampingnya.
Lukisan-lukisannya
terlihat sangat unik, langka, dan banyak diminati. Ia melukis keindahan alam,
makhluk hidup yang ia temui, maupun kejadian-kejadian yang ia saksikan. Ia tak
pernah mau menjual lukisannya. Ia hanya ingin agar siapapun yang melihat
lukisannya mampu menikmati keindahan yang ada, mampu melihat lebih dalam dan
intim makna di balik lukisan tersebut.
Suatu
senja pada bulan oktober 1996, dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya,
ia tak sengaja berjumpa dengan seorang gadis Timor Leste. Gadis itu memiliki
kulit yang eksotik, rambut yang ikal terurai, bibir yang tipis, bola mata yang
cukup bulat dihiasi alis yang tebal. Bodynya memancing mata untuk terus
memandanginya tanpa mau beralih lagi. Dengan tarikan nafas yang dalam ia
bergumam, sungguh benar apa yang dikatakan:
“Perempuan
adalah singgasana segala keindahan”.
Ia
mendekati perempuan itu, menyalaminya dan dengan spontan bertanya padanya, “Bolekah
aku melukismu?”
Wanita
itu tersenyum dan berkata: “Tentu”.
Lalu wanita itu bertanya lagi padanya “Maukah
kau melukisku tanpa busana?”
Lazarus
menatapnya dan berkata, “Apa yang ada dipikiranmu?”
Wanita
itu dengan spontan menjawab,
“Dengan
lukisan bugil ini aku ingin agar banyak orang memahami betapa indah dan mulia
ciptaan Tuhan, agar rasa minder dalam diri berkurang, agar penghargaan terhadap
tubuh manusia ditingkatkan dan agar manusia mengerti juga bahwa yang bugil,
yang transaparan adalah simbol dari sebuah kejujuran dan keterbukaan. Banyak
orang menaburkan uang di salon-salon, di klinik-klinik kecantikan dan di rumah
sakit-rumah sakit untuk memperindah wajah bahkan seluruh tubuhnya. Yang asli
hilang dan yang ada hanyalah topeng semata yang mungkin harus terus dibaharui
tiap saat”.
Lazarus
menatap wanita itu tanpa satu katapun, ia hanya menunjuk pada sebuah sofa yang
ada di situ dan perempuan itu pun dengan sendirinya paham akan apa yang
dimaksud oleh Lazarus.
Perempuan tanpa busana, tertarik melihatnya? Siapa
yang tidak tertarik melihat lukisan perempuan tanpa busana. Lazarus melukis
seorang perempuan, yang sedang berbaring di atas sebuah sofa pink. Perempuan
itu bugil, aura kecantikan yang sangat alami terpancar keluar. Tiap lekuk dan
garis tubuh perempuan dilukis dengan sangat anggun dan mempesona. Lukisan itu
terlihat hidup. Lazarus sangat pandai menarik atensi khalayak. Ia luar biasa
memancing interese tiap orang. Lukisan bugil ini adalah lukisan primadona.
Lazarus semakin dikenal karena lukisannya ini. Ia diundang
untuk mengikuti sebuah pameran lukisan. Ia pun dengan senang hati menerima
undangan tersebut. Ada begitu banyak pengunjung, datang dari berbagai macam
tempat, mulai dari yang paling jauh sampai pada yang terdekat. Banyak orang
berdesak-desakan ingin melihat lukisan tersebut.
“Bagus”
“Inspiratif”
Komentar seorang wanita paruh baya dengan mimik yang
tidak terlalu jelas antara kagum dan tidak. Entah ia paham atau tidak makna
dibalik lukisan tersebut. Wanita itu spontan berkata,
“Apa sesunguhnya yang manarik dari lukisan ini?”
“Di sekitar sini ada begitu banyak lukisan perempuan
yang lebih indah”.
“Bahkan jika kubandingkan dengan hasil rekayasa dalam
komputer maupun kamera toh jauh lebih unggul bahkan akan semakin waohhh jika
dilihat lansung”.
Lazarus tenang saja, sambil terus mendengarkan komentar-komentar
yang ada. Bagi Lazarus semua komentar adalah hak utuh para penikmat, yang tak
boleh diperdebatkan. Belum selesai berpikir dan merenung, tiba-tiba seorang
lelaki remaja memandang lazarus dan berkata,
“Hei Sobat, aku sangat yakin bahwa sebelum lukisan ini
ada, tentunya engkau berdisermen ratusan kali untuk sampai pada sebuah
keputusan. Apa yang harus dilukis, apa yang tidak perlu, bagaimana ekspresi
dalam lukisan itu? Tentu sangat berbelit-belit. Di era digital ini,
barang-barang elektronik telah disiapkan untuk mempermudah manusia, sekali klik
langsung jadi. Tidak perlu waktu yang lama untuk memperoleh sebuah lukisan atau
foto”.
Lazarus
menatapnya dan berkata,
“Memang
benar katamu, dunia moderen ini mempermudah banyak orang dalam segala hal.
Tentu baik, namun nilai lebihnya tak ada. Kreativitas yang seharusnya lahir
dari sastra dikuburkan begitu saja, refleksi yang indah tentang sebuah lukisan
tidak ada, nihil, karena hanya butuh waktu sedetik untuk mendapatkan semuanya
itu. Oleh karena kurangnya pemahaman akan nilai sebuah keindahan maka banyak
lukisan bugil hanya dilihat sebagai sebuah aksi pornografi, dijadikan sebagai
hal yang tabu dan selalu memiliki konotasi yang sangat negatif. Hal ini muncul dan
terjadi karena semua serba instan di zaman ini, berpikir bukanlah prioritas
utama, cukup sekali klik dan jadi”.
Lelaki
remaja itu menatapnya sambil berkata,
“Kamu
tidak hanya melukis dengan tangan dan jari-jarimu saja, perkataan yang keluar
dari bibirmu adalah lukisan yang hidup dan sangat bermakna bagi aku dan kami
yang hidup di zaman modern ini. Semoga banyak kaum muda kembali disadarkan akan
nilai sastra yang sesungguhnya. Nilai yang memiliki unsur reflektif yang dalam,
yang menggugah batin dan yang mengandung unsur estetika yang mesra.
_________________________
Tentang Penulis
Atyna Missa, adalah seorang biarawati kelahiran Dili-Ainaro, 01 Oktober. Kini penulis sedang menjadi Mahasiswi Semester VI STFK di Ledalero.
0 Komentar