Sastra Futuristik
Mengutip dari Cambridge Dictionary,
futuristik merupakan sebuah konsep, hal yang aneh, modern, dan dibayangkan dari
waktu yang akan datang di masa depan. Membahas tentang masa depan, tentu segala
sesuatu hal yang aneh dan belum pernah ditemui itulah gambaran tentang masa
depan. Sekarang manusia hidup sudah mampu menciptakan kecerdasan buatan dalam
balutan teknologi yang disebut hp. Menyimpan memori tugas, pengingat waktu, dan
mengabadikan momen. Hp akan semakin canggih lagi tentunya, misal bisa digerakkan
dengan suara, dengan sensor, kemudian memunculkan layar visioner di depan mata
seperti ppt.
Itu semua muncul dari berbagai ragam catatan-catatan, kisah-kisah fiksi,
dan gambaran tentang masa depan yang serba teknologi. Kemunculan NASA yang merupakan
megaproyeknya negeri Paman Sam, diilhami oleh dua novel karya Jules Verne yang
mengisahkan perjalanan manusia ke Bulan dan pusat Bumi. Penemuan roket atau
liquid-fuelled rocket oleh Robert H. Goddard, juga diinspirasi dari novel
karangan H.G. Wells, War of the World (1898). Penemuan teknologi sensor gerak
pada perangkat Microsoft Kinnect, juga didahului oleh munculnya film A Space
Odyssey karya Stanley Kubricks yang tayang pada 1968. Dan masih banyak lagi
lainnya. Itu semua terlahir dari sastra yang menceritakan inovasi tentang masa
depan untuk mencapai kehidupan yang canggih dan berteknologi sehingga manusia
mencapai apa yang bisa diwujudkan dalam masa depan. Segala hal yang tidak masuk
akal segalanya serba diwujudkan dan dicapai dengan ilmiah.
Berbicara sastra, tidak melulu soal estetika, etika, dan nilai-nilai moral.
Seperti disampaikan Prof. Dr. Suwardi Endraswara, saat hadir dalam Webinar dan
Pelantikan Pengurus HISKI Pantura dengan tema Masa Depan Sastra dan Pendidikan
Sastra di Era Poshuman yang dituanrumahi oleh Universitas Pekalongan dan
Universitas Panca Sakti Tegal, Kamis (18 Maret 2021). Ia juga mengemukakan,
membaca sastra mesti dilakukan secara meluas dan berkembang. Tidak hanya
mengikuti laju perkembangan zaman, akan tetapi mestinya mampu bergerak lincah
menerobos celah-celah zaman.
Manusia yang mempunyai daya pikir jenius dan menatap masa depan dengan
tatapan modernitas teknologi dan kecanggihan teknologi dalam memudahkan
pekerjaan manusia inilah, yang mampu menggerakkan bumi yang maju, aman, dan
bersih agar menjadi kehidupan yang damai bagi umat manusia, yang disebut
dengan. Istilah posthumanisme dalam sastra. Pascamanusia (posthuman) adalah
suatu konsep yang berasal dari bidang fiksi ilmiah, futurologi, dan seni
kontemporer, atau filsafat yang mendiskusikan entitas yang lahir ketika manusia
menggabungkan dirinya dengan teknologi yang merupakan ciptaan manusia. Berawal
dari manusia yang berhasil menggabungkan sastra dan masa depan untuk mewujudkan
dan menggagas lahirnya teknologi yang serba guna dalam kehidupan manusia, maka
posthuman akan menjadi dasar dari lahirnya manusia yang unggul dalam membuka
jalan futuristik.
Misal, dalam film Doraemon, yang menggambarkan tentang kucing masa depan,
yang bisa menolong novita yang lemah dengan mengeluarkan alat-alat masa
depannya yang hebat dan serba guna. Kucing itu juga dapat berbicara dan
berjalan seperti manusia, bahkan bisa makan makanan manusia juga. Doraemon
adalah kucing robot yang diciptakan oleh seorang ilmuwan di masa depan. Bahkan
digambarkan, mesin lorong waktu, mobil terbang, dan karpet terbang adalah hasil
teknologi buatan manusia di masa depan yang memudahkan manusia untuk
memperbaiki kehidupan dan memudahkan kehidupan manusia yang lemah, terbatas,
dan memakai emosional.
Itu semua berasal dari inovasi. Inovasi adalah roh bagi sastra. Didukung
daya imajinasi yang tidak terkurung oleh kehendak zaman, sastra memiliki
potensi besar untuk melesat dan tumbuh mendahului zaman. Pemikiran
poshumanistik atau poshumaniologi mestinya dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh para pelaku sastra, baik guru/dosen, pelajar/mahasiswa, pegiat sastra, dan
komunitas sastra untuk lebih berdaya.
Sebuah buku catatan penjelajahan fiksi, Gulliver’s Travels yang terbit 300
tahun mengisahkan sebuah kota yang melayang di udara, di atas sebuah pulau
kecil di Asia-Pasifik. Gambaran itu menginspirasi Singapura untuk mengembangkan
tata kota negeri singa tersebut. Singapura di masa depan mengapung ditarik oleh
balon hidrogen. Perancangan tata kota ini ditujukan untuk menghindari kenaikan
permukaan laut oleh perubahan iklim.
Sastra futuristik, berperan dalam mewujudkan ide-ide impian untuk
menjadikan gambaran tentang kehidupan manusia di masa depan. Dengan sastra
futuristik inilah, konsep rasionalitas umat manusia dan sastra dapat menjadi
dasar dari segala hal yang akan dilakukan dan landasan manusia dalam mewujudkan
dunia neofuturistik melalui teknologi kecerdasan buatan. Misal, kita mau
mewujudkan Indonesia ini seperti apa kota Indonesia dan kehidupan manusia
nanti, kita cari hal masalah yang perlu dihilangkan dan gagasan yang perlu
untuk merubah semua itu melalui karya sastra.
2022
____________________________
Muhammad Lutfi lahir di Indonesia. Bekerja di Komunitas Rumput Sastra. Buku: Senja, Berlayar , Bunga dalam Air.
0 Komentar