Gambar pixabay.com |
DI MIMPIMU, AKAN
KUBANGUN TAMAN BUNGA
: Riessa Muljanto
Blue,
apa warna harimu
saat ini?
Bukankah purnama,
seharusnya tidak
sehitam kemarin,
bersabarlah
sebentar lagi,
beberapa jam
kemudian,
turun hujan warna-warni,
tingkap langit
terbuka,
sekelompok peri
menumpahkan sumba ceria di atas bunga-bunga,
kau pasti bahagia,
pelangi membusur
di taman,
segala sakit
akibat cerebral palsy tanggal di bantal
Kau terkesan pada
kotbah minggu lalu,
sebuah sejarah perjalanan
sang pembawa kabar baik,
“Pada
mulanya adalah Firman;
Firman itu
bersama-sama dengan Allah;
Firman itu
adalah Allah.”*
Hari ini kau
semakin tercengang,
mendengar
peri-peri berceloteh,
sebuah kutipan
pujangga terkenal,
“Sebermula
adalah kata;
baru
perjalanan dari kota ke kota.”**
Bermainlah dengan
kata-kata,
sebagaimana Firman
tumbuh di tanah subur,
sebagaimana
kata-kata menjelma kota-kota,
isi kepalamu
menjelma metropolitan,
dan kau kewalahan
mengakhiri permainan
Ini kuserahkan
sejuntai tali,
tariklah,
lemparkan ke
langit timur,
kata-kata akan
turun,
menghujanimu,
lalu kau sibuk
merangkai sebuket kembang,
dari diksi yang
terserak
Kemudian,
merebahlah,
akan kubangun
sebuah taman bunga untukmu,
tak besar,
hanya cukup
ditumbuhi tujuh-delapan-sembilan-sepuluh puisi,
tentang cinta,
tentang perjuangan
hidup,
tentang doa yang
belum didengar,
tentang hati yang
kebal caci-maki,
tentang pohon yang
hampir mati
Inilah roti,
yang mengenyangkan
perutmu,
inilah puisi,
yang mengenyangkan
jiwamu
Semarang, 26
Agustus 2022
Catatan:
*kutipan Alkitab
Yohanes 1: 1
**kutipan puisi Dalam
Bus karya Sapardi Djoko Damono,
MEMBELI GERIMIS
: Rusti Arnii
Di pucuk-pucuk
pohon gossypium,*
engkau sembunyi,
menebalkan
cangkang,
enggan melihat
senja,
kau luka
Aku tahu,
seperti kapas,
engkau terlalu
lembut,
sedangkan mereka
mengasah belati saban hari,
meski tak mati,
kapas itu
terkulai,
lemah
Jika gerimis,
alangkah baik,
bau tanah
memanggilmu keluar persembunyian,
engkau girang,
menjinjing sandal,
dan berkecipak
dengan ikan-ikan kecil,
dengan kaki
telanjang
Bila angin meniup
awan hingga tak jadi hujan,
kusarankan padamu,
belilah gerimis
sedikit saja,
berikan cangkangmu
pada kelomang kecil,
dan,
mari berdansa di
atas partitur,
tak apa sedikit
basah,
dari sanalah kau
bisa mencipta puisi,
lebih romantis
daripada rayuan kekasih
Bekasi, 15
September 2022
Catatan:
Kutipan puisi Kisah Kapas karya Rusti Arnii, Februari 2021
DOA SEPTEMBER
: Iis Singgih
Benar kata orang,
malam adalah
tempat paling aman menyimpan rahasia,
hujan adalah
tempat paling tepat menyimpan kenangan,
dan dadamu adalah
tempat paling tenang menyimpan cinta,
jadi ketika hujan
September mengguyur bumi,
niscaya tak kalah
tabah daripada hujan Juni
Segenap air mata
aku larung hingga memusar, meninggi, lalu melangit,
kemudian
menciptakan doa-doa selaksa kebaikan:
kita tanpa jeda
---berbisik-bisik mengolah mimpi
---di gulita yang belum berujung
Bekasi, 9
September 2022
Baca Juga: MENGENANG IBU
Christya Dewi Eka, lahir di Jakarta, sekarang berdomisili di Bekasi bersama 7 buah hatinya, lulusan Fakultas Sastra Indonesia Undip Semarang tahun 2003. Beberapa karyanya dimuat di antaranya dalam antologi puisi Titimangsa Lahirnya Peradaban Bangsa (Komunitas Lingkar Betawi, 2022), Wasiat Botinglangi (Rumah Pare-Pare, 2022), Amor en Navidad (Sasami Asih, 2022), Angkatan Milenial Mengenang Sang Penjaga Sastra H. B. Jassin (Dapur Sastra Jakarta, 2022), Lima Titik Nol Masyarakat Cerdas dalam Puisi (Jagat Sastra Milenia, 2022), media digital Barisan.co (2022), Umakaladanews (2022), Semesta Seni (2022), Elipsis (2022), media Harian Nusa Bali (2021), Radar Pekalongan (2021), Maarif NU Jateng (2021), dan lain-lain. Email: christyadewieka@gmail.com. Facebook: Christya Dewi Eka. Instagram: @christyadewieka2020. WA: 088239408965
0 Komentar