PERIHAL KAMU
Pada setiap aspek kehidupan,
Datang dan pergi sudah menjadi ketetapan.
Selalu ada kisah yang tak pernah di duga,
Terlalu banyak hal yang sulit di terka.
Pertemuan yang tidak di rencanakan
Bahkan perpisahan yang tidak diinginkan.
Layaknya kita
Jumpa tanpa sengaja lalu,
Diiringi rasa yang hadir tiba-tiba.
Setelah beberapa waktu sibuk sendiri,
Membiarkan tetap kosong pada satu ruang hati
Untuk kamu yang berhasil kembali menempati,
Pesanku tolong berhati-hati.
Sebab masih begitu banyak serpihan kaca
Yang bisa memberimu luka.
Maaf,
Rumah ini memang sering kali di hantam badai
Belum sempat dibersihkan dan bersiap untuk berbenah,
Sudah datang lagi banyak anak panah
Sayangnya itu panah beracun,
Bukan hanya memberi luka, tetapi juga trauma.
Terima kasih sudah berkenan hadir,
Atau mungkin hanya sekedar singgah.
Aku bukanlah yang terindah,
Apalagi yang pertama.
Namun, aku bisa menjadi tempatmu berteduh
Saat panas terik atau hujan lebat datang.
Menjadi tempat terhangat
Saat rasa dingin menusuk hingga ruas tulang.
Menjadi tempat pulang ternyaman,
Setelah lelah berjuang seharian.
MENTARI BARU
Selamat mengawali hari baru, kasih
Mari sejenak kita nikmati udara sejuk pagi ini
Melupakan setiap hal yang menjadikan hati perih
Menata kembali ruang yang telah lama sunyi.
Maaf jika masih redup cahayanya
Di rumah ini memang sudah lama tak ada yang menghuni
Terbengkalai begitu saja sekian lama
Dan kini, sudah ada kamu yang memiliki.
Aku ingin menjadikanmu sebagai alasan
Pada setiap hadirnya kata yang ku rangkai jadi satu
Memang tidak akan cukup untuk melukiskan
Tapi setidaknya, di atas kita ini bisa menjadi saksi bisu.
Perihal...
Bagaimana rindu yang datang tanpa adu
Tentang pertemuan yang menjadi kesan
Dan seperti apa caranya agar kita terus bertahan
Hingga tak saling ingin melepaskan.
Baca Juga:ANALISIS ETIKA MORAL SOCRATES
MAAF
Malam ini sendu
Beriring rinai yang menghujam kalbu
Bulan-pun tak hadir menemaniku.
Sayu mata yang memandang pekatnya malam.
Jika saja rembulan tak hanya diam
Ia pasti sudah mengeluhkanku
Bosan karena malam-malamku
Hanya dihabiskan untuk memandangnya
Entah-lah, selalu saja jatuh hati kembali.
Tak sekedar purnama,
Walau sabit juga tetap ku suka.
Bulan tetaplah bulan.
Aku akan terus jatuh hati kepadanya
Dan kepada seseorang,
Yang meskipun ia hanya lentera kecil
Tetapi cahaya tetaplah cahaya.
Sebab ‘ku sadari, bahwa aku adalah sembilu
Tak ingin membagi ngilu
Pada hati yang ingin ku jaga utuh
Ingin membagi keindahan tapi aku belum mampu
Masih banyak yang harus diperbaiki dahulu.
Semakin kamu mencoba untuk membalut luka-ku
Maka semakin banyak duka lara
Yang menyelimuti kita.
Menginginkan jauh namun sudah terlalu rapuh
Hendak bangkit sendiri namun selalu jatuh.
Inginku tetap dan selalu membersamai,
Namun terlalu takut jika nanti hanya melukai
Entah apa maksud hati
Memang tidaklah tepat waktunya jika saat ini.
‘Ku putuskan untuk pergi,
Mencari rumah singgah
Namun hati tidak akan pernah lupa
Dan tahu kepada siapa?.
Saat ia harus berpulang
Ke mana akhirnya ia akan berhenti ber-petualang?
Sebab aku ingin melihat senyum itu pada titik terindah.
Bukan untuk melihat tangis pada fase terlemah.
Pahamilah. Aku memohon dalam pinta.
Baca juga: PUISI MITOS
FALL IN LOVE
Tuan,
Saya tidak tahu debaran apakah ini?
Setiap kali melihatmu meski dari kejauhan
Rasanya tetap saja di luar kendali.
Jujur saja, Tuan
Ini memang bukan yang pertama kalinya
Namun sungguh, dahsyatnya debaran ini
Adalah yang pertama menimpa.
Getaran jantung yang tak dapat tertahan
Sehingga tubuhku-pun terasa lemas
Namun untuk mengapa lebih dulu
Aku masih belum mampu.
Tuan, saya tidak mengerti
Bagaimana agar saya dapat memberi ekspresi
Hanya tatap mata yang bisa mewakili
Saya harap, rasa yang terpancar dari mata ini
Dapat tersampaikan kepadamu, tepat di relung hati.
Sungguh, Tuan
Di hadapanmu saya merasa malu
Bahkan untuk sekedar memandangmu
Harus curi-curi waktu.
Tapi percayalah, namamu
Terlafadz dengan syahdu
Pada tiap-tiap bait do'a ku.
Biar-lah rasa ini saya simpan terlebih dahulu
Kamu fokuslah untuk masa depanmu
Saya-pun sedang berbenah diri
Untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
Semoga semesta kelak memeluk kita
Semoga Tuhan memperkenankan harapku
Mempertemukan kembali pada saat yang tak terduga.
Membuat kita berdua, menjadi satu.
KEPADA TUAN
Tuan,
Saya bukanlah seorang Maharani
Pada rumah ini, tak terdapat permadani.
Tuan,
Saya bukan pula seorang gadis Anindya
Rupaku biasa saja.
Tuan,
Keluargaku tak bermarga apalagi takhta
Kami hanya rakyat biasa
Tak hidup mewah dan bergelimang harta.
Tuan,
Terima kasih dari saya
Sudah bersedia menerima segalanya.
Sekali lagi, Tuan,
Saya tidak menginginkan satu apa saja
Selain tulus dan setia
Sampai jumpa di kemudian hari Saya tetap menanti.
TEPAT SETAHUN LALU
Dulu ragamu pergi namun, hatimu tetap tinggal disini.
Kini, ragamu sudah kembali
Tapi, hatimu yang malah pergi
Entah-lah, mungkin ini untuk yang terakhir kali
Setelah ini aku tak akan menantimu lagi.
Terima kasih atas rasa yang kau buat lelah.
Terima kasih atas hati yang kau buat patah.
___________________________
Tentang Penulis
Aulia Vitari lahir di Baturaja, 7 Februari 2005. Asal kota Baturaja, OKU, Sumatera Selatan. Sekarang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 OKU
0 Komentar