(gambar by pixabay.com)
Sebenarnya aku ingin
Memang betul aku mau
Nyatanya memang tak mampu
Dan terkungkung dalam lingkaran kemiskinan
Mencoba merangkak naik
Namun lagi dan lagi
Kemiskinan menarik kembali ke bawah
Jatuh dalam keputusasaan
Apa jadinya bila raga meletih
Dan kehilangan harapan?
Apakah mampu kembali merangkak?
Mungkinkah bisa?
Sunset.
Matahari tahu diri
Perlahan ia pun menghilang
Menyajikan sunset yang indah
Yang sebentar lagi akan dihitamkan oleh malam
Peluh yang menetes membasahi kerontangnya tanah
Di lap oleh sapu tangan jingga
Yang perlahan pudar oleh pendarnya cahaya rembulan
Yang akan menerangi pekatnya langit malam ini
Jingga menjadi hitam
Sehitam hatiku yang gosong
Akan rindu yang terbakar
Sebuah Harapan
Begitu banyak sketsa nestapa
Tentang kanvas yang hampa
Tentang gelap dan terang
Titik dan garis yang bertemu
Membentuk rupa seorang bocah kerontang.
Mata cekung penuh duka
Bibir yang begitu rapuh tuk bersuara
Akan kerasnya hidup yang membelenggu
Tampilkan guratan senyum penuh kesinisan
Akan Sang Ilahi yang acuh tak acuh
Dia menatap pekatnya langit malam
Apakah Sang Ilahi sedang menikmati penderitaannya?
_____________________________
Lidwina Rusmawati, mahasiswi Universitas Nusa Nipa Maumere, Program Studi Akuntansi.
0 Komentar