DI MANA MAMA?
Fahrian termenung di depan teman-temannya saat ditanya beberapa kali
oleh gurunya. Bu Elfina, mengenai perwakilan orang tua yang bakal hadir untuk acara
kelulusan mereka besok. Jika tidak seorang Ayah, setidaknya ada seorang Ibu
yang akan mewakilkan. Namun Fahrian tetap bingung memikirkan siapa yang harus
ia tentukan. Si Ayah tentu tidak mungkin. Sudah 4 tahun ia tinggal bersama
neneknya tanpa orang tua.
Ibu kandung Fahrian bercerai
dengan Ayahnya, kemudian memilih pergi setelah usia Fahrian 3 bulan, lalu
menikah kembali dengan lelaki lain. Sekarang entah di mana kabar ibu kandungnya
itu, sebab tidak pernah setitik terang pun terjelaskan atau ditemukan. Fahrian
akhirnya tinggal bersama neneknya yang sudah tua, beserta ibu tiri dan Ayah
kandungnya. Sedangkan biaya hidup
Fahrian dipenuhi oleh adik Ayahnya yang kini tinggal di Jakarta menetap bersama
suaminya, Naisa rutin mengirimkan uang kepada ibunya setiap bulan demi memenuhi
kebutuhan Fahrian. Setelah ia menginjak kelas 4 sekolah dasar, sang Ayah
memutuskan pergi ke Medan beserta istrinya, dengan alasan usaha istrinya yang
begitu besar tidak mungkin diabaikan. Mereka berjanji akan sering mengunjungi
Fahrian bahkan mengirimkan uang, seperti yang Naisa lakukan. Akan tetapi
manusia hanyalah manusia, janji itu ditelan pahit oleh Bu Juriah dan Fahrian,
mereka tetap mengandalkan biaya Naisa di Jakarta untuk kebutuhan hidup. 4 tahun
sudah, setitik kabar pun nihil dari Ayah Fahrian dan istri barunya. Karena
nihil oleh kabar tersebut, Bu Juriah memutuskan berhenti untuk mencari kabar
itu. Jadilah Fahrian hidup berdua dengan neneknya dengan mengandalkan biaya
dari anak bungsu Bu Juriah, Naisa.
Kembali kepada Fahrian yang berdiri tanpa menjawab pertanyaan Bu Elfina,
sebagai wali kelas tetap menunggu jawaban dari Fahrian, teman-temannya juga
menunggu. Sejenak ia masih berpikir siapa yang ia sebut sebagai orang tua untuk
mewakili. Akan tetapi ia segera menjawab.
“Sepertinya yang akan mewakili Fahrian
besok, bukanlah orang tua saya bu. Melainkan nenek saya. Apa boleh?”
Dengan polos ia bertanya. Bu Elfina
tersenyum, kemudian mengangguk dengan senyuman manis. Sedangkan matanya
menghangat, perlahan butiran air mata mengalir membasahi pipinya. Bagaimana
tidak, semua teman-teman Fahrian akan diwakili oleh orang tua mereka. Sedangkan
Fahrian sendiri hanya bisa mengandalkan neneknya yang sudah tua dan bungkuk
untuk mewakilinya besok.
“Besok bukan hanya nenek Fahrian saja yang
akan jadi perwakilan, ibu juga akan menjadi wali kamu sebagai orang tua.”
Fahrian tersenyum dengan bahagia. Sedangkan Bu Elfina memeluk Fahrian dengan
perasaan sedih teramat dalam juga penyesalan yang telah ia lakukan dua belas
tahun silam.
Riau, 2022
____________________________________________
Biodata
Penulis |
Riska Widiana, berdomisili di Riau. Aktif
menulis sejak 2020. Tergabung ke dalam komunitas menulis yaitu (kepul) kelas
puisi alit dan kelas menulis bagi pemula. Alamat Facebook Riska widiana dan
instagram riskwidiana97
0 Komentar