Parade Puisi || Agus Widiey
Janur Kuning Tanda Luka
Barangkali janur kuning menjadi sebuah tanda
Tanda bahwa luka akan segera memelihara
Memelihara cinta yang tak dapat kupinang
Selebihnya hanya dapat kukenang
Beragam bunga sudah tertera
Di ambang jendela bercahaya
Demikian pula rapalan mantra
Semakin terasa dalam jiwa
Janur kuning telah memekung
Duka-duka terpaksa harus kutanggung
Tersebab bencana hati sempurna tertikung.
Pakondang, 2021
Hujan Bukan Di Musimnya
Ketika hujan turun bukan di musimnya
tanah - tanah akan merasa lebih gembira
demikian pula daun-daun kenanga
telah memekarkan kelopak bunga
Akar yang sudah lama menahan rindu
dan urat-uratnya yang kian mulai layu
kini kembali dengan kucup yang baru
Sungguh tak ada yang lebih sayu
Kecoali hujan di tanah berdebu
Ditaburkan aroma penuh rindu
Kepada batu-batu yang bisu.
Pakondang, 2021
Rindu Penyair
Rindu penyair tak kunjung akhir
Merawat kenangan demi kenangan
Pada catatan masa lalu
Akhir hanyalah siklus waktu
Bukan kefanaan sebilah harapan
Yang bisa terlepas dalam ingatan
Rindu penyair tak kunjung akhir
Sebab kata-katanya terus mengalir
Dan juga pada setiap getah
Yang ditumbuhi mawar merah
Senantiasa akan berdiang sebagai sejarah
Selebihnya selalu rekah
Di tubuh cinta penuh keluh kesah
Rindu penyair akan terus membajir
Mengalirkan kata-kata dari hulu ke hilir.
Pakondang, 2021
Memasak Rindu
Perempuan itu tengah memasak rindu
Di atas api dengan tungku
Sembari memotong sebuah kecur
Hingga berlapis-lapis jarak
Mampu ia segera masak
Asap dan bawang merah
Menyatu dan mewartakan aroma sejarah
Melalui udara dari berbagai arah
Sampai sepi menusuk begitu pasrah.
Pakondang, 2021
Cinta Yang Tak Sampai
Cinta yang tak sampai
Membuat rindu tak kunjung selesai
Mengenang segala janji
Yang harusnya abadi
Bukan sekedar mimpi
Bukan sekedar embun pagi
Yang lenyap di tubuh matahari.
Pakondang, 2021
------------------------------------------------------
BIODATA
Agus Widiey, Lahir di Batuputih, Sumenep, Madura, 17 Mei 2002. Sekarang masih tercatat sebagai santri aktif pondok pesantren Nurul Muchlishin Pakondang, Rubaru, Sumenep, Madura. puisi-puisinya tersiar di berbagi media seperti radar madura, cakra bangsa, Harian Bhirawa, Harian sib, Tajdid ID, Takanta ID, BMR FOX, puisi alit, puisi pedia, dan antologi puisinya antara lain; Rumah Sebuah Buku(2020) Hidup Itu Puisi(2020) Subuh Terakhir(2020) Seruling Sunyi Untuk Mama(2020) Sumpah Pemuda (2021) Merapal Jejak(2021) Goresan Kenangan(2021).
0 Komentar