FAJAR TIBA PEMILU MEMILIH TIPU || PUISI ARKIAN WOKAL


(gambar by pixabay.com)


Fajar Tiba Pemilu Memilih Tipu


Malam semakin pengap, bandit – bandit laknat segar bugar 

Tak ada serpian kantuk yang merayu tidur mereka 

Peri malam parah, wabah ego itu terlalu kumuh 

Sampai purnama pura – pura manja belakangan ini,

Karena tahu esok akan nada sombong yang gemilan.

Dimalam ini gairah formasi berkelana 


Lolongan anjing mengambarkan detak jantung kepada gelisah

Mengingat hari itu ada bangkai belatung dibalik layer kampanye

Dengan Langkah kejang, pentas rupiah ditebas perlahan 

Pelan tapi sakit, setia telah berbadan khianat


Kau harus peka, jangan terlena!

Jika perlu Belo akhlak mereka!

Rega moral mereka !

Tidak kau tahu wabah itu sedang melanda?


Kemarin satu orang yang dijadikan umpan primadona

Berdiri didepan massa melambungkan kidung agama,

Bersumpah sehidup semati, layaknya seorang nabi

Betulkah seorang nabi?

Tidak ! hanya seekor babi


Rakyat yang membantah, lemah dihadapan sekeping dinar

Kursi empuk di istana siap meluapkan tanda tanya.

Bertanya atas janji – janji yang penuh daki

Fajar kini telah menjadi darah puncak golgota

Menbekas tangisan sang nenek minta makan

“Pa, tahak kame wahak kae”


Hokeng, 04 September 2024



Keteranggan:

Belo : dalam bahasa lamaholot yang berarti Bunuh 

Rega : yang artinya injak

Pa, tahak kame wahak kae : yang artinya, pak beras kami sudah habis






Elegi Dusta Panggilan


Di hamparan lika-liku yang mengerutu dalam ragu

Luluh dan rapih meraja tak menaja sang rindu 

Langkah lugu yang mencoba teguh, kini terporanda tipu halu

Menghadirkan duri sebagai elegi dan tragedi jalanku

 

Lesu dan letih telah tersita dalam sukma

Demi panggilan sang rindu jejakku tersimpah darah

Buih-buih rintih yang meringik, mengadu, mengemis separuh nafasnya

Namun ia pongah, berpurah-purah terlantar pada tidur

Ia tak lelap, ia enggan untuk menetap


Sudah saatnya kuasa doa tidak lagi ku pijakki

Hanya aka ada bercak Nista bila lama kunikmati

Mendusta adalah setapak tuju yang ia nanti,

Hingga nafasku tersegal, tubuhku mulai kaku terkapar barulah sadarku menyapa

Bahwa panggilnya hanyalah buluran dosa yang bermekar


Hokeng, 07 Oktober 2024  





PENULIS : Arkian Wokal


Posting Komentar

0 Komentar