Ilustrasi WallpaperBetter |
Pagi kala, kami mendengar bahasa
yang keluar dari lisanul hal.
Selasar bunyi huruf atau alat ucap
kasatmata menulis buku-buku kami.
Membuat hari
Rabu, mencekam.
Bukan soal fonetik juga fonemik,
kami terikat dengan bahasa-bahasa kami sendiri.
Di atas kertas, tinta goresan itu
juga sama-sama dinodai air tuba.
Kami menyambut talian huruf itu dengan
sumringah,
lama-lama kalau bahasa itu berujar, "Hari Rabu harus
Fonologi"
maka mimpi-mimpi kami yang akan menangis.
Baiklah, bahasa yang gundah, akan berakhir
saat menyabet beberapa soal gugus konsonan beserta
fonem segmental suprasegmental.
Sumpah, gusti.
Banyak yang tiba benci Hari Rabu gegara bahasa
yang mereka pelajari.
Mungkin, tak akan ada lagi misteri mengapa
mereka menguak detak-detak setiap huruf yang
riuh sekubit haluan.
Hari ini kita kembali menyeka dosa dosa silam
bersiram diri setelah dilumur gundah dan
nestapa
membasuh benci yang berdiam di telapak kaki
membebaskan jiwa dari resah dan kekacauan
yang bertengger di teras rumahmu.
Kita mudik lalu bersuci
Menitip ampun lewat bentangan jari jemari
Kita berkunjung lalu berbagi
Menyelip rahmat pada luasnya rejeki
Dan hari ini, gadis itu kembali berselindung
di balik sepasang baju kurung
Bersimpuh di tepi tepian tangga
Menanti kepulangan sanak saudara
Bersujud memohon kasih orang tua
Kau mengintip pelan pada jendela kerinduan
atas kemaafan yang tak terucap
tatkala bertemu purnama yang lain
Katamu, Syawal adalah bulan kemenangan
Namun tirakatmu sudah lama kalah sebelum
sampai
di pintu keampunan itu tetap, kau dengan rela
hati
pergi bersuci agar merdeka dari noda-noda yang
mengutuki diri
Apalah arti lebaran bagi seisi bumi, jika
bukan dzahir
yang elok dan murni serta batin yang kembali
menginsafi?
Fadilat
Panggung
menemukan pemeluk cahaya
diantara
embun mata yang menyeka,
melihat
makramat segumpil biji dzarrah
Ya
ruuhi Ya ruuhi
Malam
seketika, “aku mau mengizinkanmu pada
temaram
hati yang melupuh itu”
Tidaklah
sebuah malam kematian,
kecuali
ditepas penyatupaduan oleh Tuan Gusti
atas
lintas waktu sebelum sumpah serapah sayap-sayap kilat
Malam
jumat yang kesepuluh,
sebelum
dihentitepipaksakan.
Azajtukum,
Qobiltu
________________________________________________
Biodata Penulis
Ariby Zahron, lahir di Surabaya, 08 April 2002.
Seorang santri juga mahasiswa yang tengah menghabiskan masanya di Pondok
Pesantren Miftahul Huda sambil menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa di
Universitas Negeri Malang.
0 Komentar