Salam Literasi
Apakabar semuanya hari ini ada info menarik dari toko buku Iestibookstore. Buku ini sangat menarik kalau dibaca saat puasa seperti sekarang ini. Simak ulasan buku Ustad x. & Simalanca, Lelucon2x Pahit Menunggu Berbuka dan Tragedi Antara. Untuk pemesanannya bisa hubungi Ibu Iesti KM (081227311010).
Judul: Ustad x. & Simalanca, Lelucon2x Pahit Menunggu Berbuka
Penulis: Deddy Arsya
Kategori: Humor
Penerbit: Penerbit JBS
Tahun: April 2020
Tebal: vi+80 hlm
Ukuran: 11.5 x 18 cm
ISBN 978-623-7904-02-1
Harga: 50.000
Pesan: 0818 0271 7528 (WA)
Kritik yang disampaikan lewat anekdot memang punya daya gugah yang berbeda dan daya kejut yang justru lebih menyakitkan bagi kekuasaan (Deddy Arsya).
Buku ini berisi sejumlah cerita terkait Ustad x dan Simalanca, seorang tokoh karikatural dari Minangkabau sebagaimana tokoh Kabayan dari Sunda, atau Abu Nawas, misalnya. Cerita-cerita dalam buku ini merupakan sebuah refleksi perilaku beragama dan kebiasaan kita sebagai warga masyarakat yang hidup dalam gunjing dan dan cemooh.
Deddy Arsya mengambil beragam peristiwa sosial sebagai bahan leluconnya. Ia tidak sedang mengolok-olok tetapi justru mengajak kita berpikir dan berefleksi. Simalanca hadir sebagai representasi "suara lain" dari memandang segala persoalan. Boleh sepakat dan boleh tidak. Namanya juga lelucon. Buku ini segera hadir dan menjadi kudapan rohani dan pikiran selama puasa dan sangat pantas ditengok-tengok lagi sepanjang masa..
Deddy Arsya, lahir di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat 15 Desember 1987. Menulis sajak, cerpen, cerita anak, tinjauan buku dan film, esai sejarah dan seni Mengajar di IAIN Bukittinggi.
Judul: Tragedi Antara
Penulis: Dwi Rezki Hardianto
Kategori: Puisi
Penerbit: Penerbit JBS
Tahun: Juni 2020
Tebal: x+60 hlm
Ukuran: 13x19 cm
ISBN: 978-623-7904-03-8
Harga: 45.000
Pesan: 0818 0271 7528 (WA)
Sebelum menjadi puisi, ia hanyalah diskursus yang berlalu lalang di sekitaran kita, yaitu kondisi melankolia dari orang-orang yang kehilangan objek cintanya dan lebih jauh sebagai ketidakadilan yang lahir dari rahim kekuasaan–pemerintah maupun yang menganggap dirinya memiliki modal untuk mendominasi orang-orang di sekitarnya. Sadar atau tidak sadar, kita terjebak dalam pusaran diskursus tersebut, bahkan nyaris membuat pelipis mata kita tertutup rapat karena dihalangi oleh ilusi kebenaran yang moralis dan penuh kebohongan.
Ia adalah luka, ludah, dan lusuh yang dititis oleh cumbu kekuasaan. (Dwi Rizki Hardianto)
0 Komentar