Amazon.com |
Seperti
biasa kita susun daftar peristiwa
lalu
menuliskan sebuah urutan kronologis:
pada
mulanya adalah janji. janji itu menciptakan pertemuan.
pertemuan
selalu mengajarkan dua hal. pertama, pengalaman.
kedua
kehancuran. kebahagiaan hanyalah duka yang tertunda.
hari-hari
tak ubahnya lingkaran labirin suka duka
sajak
pertama tercipta bernama: balada.
Dalam
balada berputar itu
kita
tunaikan peran yang selalu berganti
kadang
kita dibunuh kadang kita membunuh
padahal
kita tak ingin saling melukai
perasaan
kita tak jauh beda dengan Oedipus
menempuh
nasib dalam ketidakpahaman
dan
tiba-tiba waktu mengakhiri balada kita
sajak
kedua tercipta bernama tragedi
Tragedi
selalu menyembunyikan isyarat takdir
seperti
lemparan dadu pada kisah drupadi
angka
yang keluar tak pernah bisa diduga
tiba-tiba
melucuti tubuh tanpa permisi
tanpa
kita sanggup berbuat untuk melawan
selain
bertahan sampai akhir kesudahannya
sajak
ketiga pun tercipta dengan nama :
ode duka
Ia
menuliskan pesan kecil
kepada
sang pemilik purnama
tangannya
gemetar menuliskan kata
sebab
di ingatannya terbayang bayang :
sang
pemilik purnama memiliki jari-jari
lebih
luas dari angkasa dan gugus galaksi
sedang
di jemarinya melekat hitam perjalanan
bernama
dosa berakibat karma dan membekukan kata
“Kepada
pemilik purnama” tulisnya
jika
tanahmu berdebu akulah debu itu
kotoran
dan sampah busuk ialah nafasku
akulah
penerus nenek moyang dalam kitabmu
yang
dipenuhi ingkar pengkhianatan pada aturan
samakah akhir kisahku dengan mereka?
“Kepada
pemilik purnama” lanjutnya
jika
semestamu penuh embun sejuk
akulah
embun itu cinta yang mengalirkan
jalan-jalan
lapang untuk penampungan
ingin
kuhanyutkan cinta dan sampan rapuhku
menuju
hulu hilir sungaimu
Setelah tetes embun terakhir sirna
sajak berteriak penuh semangat padamu
agar kata-kata yang berserakan semalam
segera kau bereskan di pagi yang ranum
sebelum kakimu menggigil dalam nestapa
“Sebentar” katamu dalam malas selimut
sajak menahan nafasnya penuh gemas
ia mengenakan topi dan jaket hitam
ditunggunya kata-kata kau rapikan
karna ia tahu kau akan mudah lupa
pasca diburu dengus bengis kota
Thomas Elisa, lahir 21 September 1996 di kota Surakarta. Penulis tinggal di Pucangsawit RT 01/RW 03, Kecamatan Jebres, Surakarta. Penulis telah menempuh jenjang pendidikan di antaranya : TK Kristen Petoran (2001-2002), Sekolah Dasar Kanisius Pucangsawit (2002-2008), Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Surakarta, (2008-2011), Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Surakarta (2011-2014). Penulis juga telah menyelesaikan program Strata-1 di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) pada Juni 2018 lalu. Karya terbaru penulis adalah novel fiksi anak berjudul Bangunnya Peri Merah (2017) dan Hadiah Tak Terduga (2020). Penulis mengajar di sekolah SMK Mikael Solo. Kontak Penulis: 085802474575 (WA/ Telefon). Email: thomithomas78@gmail.com, dan Instagram: Thomas Elisa P. Karya terbaru penulis dimuat dalam media Poros Pemalang (2021), Tegas.Id (2021) Opini.Id (2021), Marewai (2021), Suku Sastra (2021), Ruang Jaga (2021), Rembukan.com (2021), Radar Pekalongan (2022), Harian Bhirawa,(2022), Jawapos Radar Madiun (2022), Sinar Indonesia Baru (2022), Solopos (2022), Media Indonesia (2022), Jurnal Sastramedia (2022), Magrib.Id (2022).
0 Komentar