ULASAN-HANYA KOTBAH SA SONDE CUKUP PADRE

 

Pixabay.com

HANYA KOTBAH SA SONDE CUKUP PADRE[1]

WS Rendra, Seorang penyair yang dulu sempat memeluk keyakinannya pada agama Katholik pernah menulis demikian: Di satu Minggu siang yang panas/ di gereja yang penuh orangnya/ seorang padri muda berdiri di mimbar./ Wajahnya molek dan suci/ matanya manis seperti mata kelinci/ dan ia mengangkat kedua tangannya yang bersih halus bagai lilin/ lalu berkata: “Sekarang kita bubaran. Hari ini khotbah tak ada.” (Puisi Khotbah Karya W.S Rendra)


Kotbah adalah salah satu kerja wajib seorang yang tertabis. Kotbah selalu berkaitan dengan tiga hal penting kitab suci, realitas hidup dan pesan atau tindakan apa yang harus dibuat. Tentang tiga hal ini kalau dibaca dalam puisi Kotbah, Rendra seperti sedang memberikan kritikan pedas kepada pemimpin agama “Padri” dalam kamus Bahasa Indonesia yang artinya Pastor diadobsi dari kata bahasa Portugis kuno padre, bahasa Latin pater atau patrem, Proto-Italic patÄ“r, Proto-Indo-Eropa ph₂tḗr. Setiap kata tersebut berarti “bapa” atau “Pastor.” Kata padre diperkirakan digunakan sejak 1584. “Sekarang kita bubaran. Hari ini Kotbah tak ada” larik ini menunjukkan ungkapan Pastor yang seolah-olah melepas tugasnya sebagai seorang pelayan Sabda Allah. Pertanyaannya jika para Pastor tidak mempertanggungjawab tugasnya sebagai pelayan? Lalu apa yang harus dilakukan oleh seorang Pastor yang adalah pemimpin Gereja?


Teringat akan perkataan Wiji Thukul "Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah kebenaran pasti terancam." Wiji semacam memberikan aspirasi bahwa realitas rakyat dan pemimpin itu sulit dibangun karena ketika rakyat berbicara tentang kebenaran yang mereka alami, para pemimpin malah menutup ruang aspirasi rakyat dan lebih mengutamakan kepentingan penguasa. Wiji membicarakan hal ini karena ia dan puisinya hidup dalam zaman orde baru dimana banyak hal seputar hak rakyat dikuasai oleh sekelompok pemimpin politik.


Mungkinkah pemimpin gereja juga melakukan hal yang sama seperti para pemimpin negara? Alaran tegas disampaikan oleh Rendra dalam puisi kotbah “Astaga. Ingatlah penderitaan Kristus./ Kita semua putra-putranya yang mulia./ Lapar harus diatasi dengan kebijaksanaan.”  Kristus menderita disalib dengan salah satu tujuan menyelamatkan umatnya dari dosa. Di sisi lain ia memberi amanah kepada para murid untuk mewartakan kabar sukacita ini untuk umat yang percaya kepadaNya. Dalam artian seorang pastor adalah seorang yang mewakili Yesus menyampaikan kabar sukacita kepada umatnya. Tapi bagaimana jika para pastor tidak menyampaikan hal itu kepada umat Allah? Tentu ini sesuatu yang amat rumit, apalagi akhir-akhir ini ditengah perkembangan dunia yang kian canggih, Pastor perlu membuat suatu semangat baru bagi umat.


“Iman tanpa perbuatan adalah mati” tak hanya kotbah saja yang diperlu tetapi zaman sekarang di saat umat mengalami perkembangan hidup serba teknologi seperti yang dikatakan budi hadirman “aku klik maka aku ada” maka pastor tak harus bicara saja tentang sabda tetapi bertindak. Umat zaman sekarang tidak mau meluluh soal bicara saja tetapi perlu diimbangi dengan tindakan. Karena umat sekarang tidak hanya membutuhkan sentuhan rohani tetapi tindakan konkret pula.

Paus Fransiskus mengeluarkan salah satu ensekliknya yang terkenal “Laudato Si”. Karena keprihatinannya terhadap lingkungan hidup. Bumi adalah rumah kita bersama. Tempat dimana kita hidup, sehingga Paus Fransiskus menyuarakan ini kepada para para pemimpin gereja untuk menggandeng umat  bekerja sama membenahi bumi dan marawat alam dengan bijaksana.

Banyak persoalan yang dialami umat akhir-akhir ini, situasi pandemik covid-19, badai seroja, teknologi sampai persoalan penambangan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem alam. Sejumlah kaum elit yang menyebarkan geliat politik pengambilan lahan umat dengan modus semata pertumbuhan ekonomi rakyat.  Namun realitas yang kini terasa di masyarakat adalah semakin adanya pembangun elit dan pembabatan pohon secara besar-besaran membuat masyarakat merasa jauh dalam situasi

Mengalami situasi ini, apa yang harus dibuat oleh seorang pemimpin gereja? Mempertanyakan hal ini, hemat saya gereja perlu menyadari perannya. Peran Pastor dalam posisi ini adalah bukan menjadi seorang yang lebih tinggi jabatannya dari umat melainkan  berdiri “sejajar” antara para pemimpin negara dan umat. Lalu menyuarakan praksis pastoral dengan cara mendengar dan memberikan solusi praktis kepada umat dan pemerintah. Misalnya penjualan tanah umat untuk pembangunan proyek pelebaran jalan yang mengakibatkan lahan umat banyak tersita dan pohon-pohon ditumbang, akhirnya lahan umat mengecil, tumbuh-tumbuhan mulai sedikit berujung pula pada pemanasan global dan situasi lainnya.

Pada tahun 2018 Pastor Paroki Laktutus di Keuskupan Atambua, Pastor Yohanes Kristoforus Taro, OFM mendapat penghargaan karena gerakkannya dalam meletarikan lingkungan hidup di wilayah Laktutus dengan menanam aneka pohon di sejumlah lokasi seperti di bukit Laktutus, lahan paroki dan areal sekitar gereja. Ia juga mengerakkan umat untuk mengolah lahan yang masih dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Lahan tersebut digarap dan ditanami sayur-sayuran, buah-buahan, dan palawija untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga untuk dijual.  Apa yang dibuat oleh Pastor Kristo adalah sesuatu yang berhasil mentranfer pesan sabda Allah. Tindakan nyata seperti ini akan sangat bagus karena pemimpin gereja akan dipandang umat bukan seorang pemimpin politik yang hanya berbicara banyak hal tetapi lebih pada seorang gembala yang menuntun kawanannya ke suatu situasi nyata yang lebih bermanfaat.


Gereja bukan milik pastor atau umat saja, tetapi gereja milik pastor dan umat. Maka itu umat pula perlu membangun suatu sikap kritis dan kreatif. Tidak hanya pastor saja yang bertindak melestarikan lingkungan dan mengarahkan sikap kritis tentang kehidupan bersama di lingkungan tempat kita berada. Umat harus tegas, dalam artian merawat bumi, ketika pohon ditumbang, perlu dipikirkan untuk menanam ulang pohon baru. Mungkin hal-hal sederhana seperti itu yang dapat dibuat tetapi dengan sendiri kita sudah melakukan yang terbaik untuk alam.


Gody Usnaat pernah menulis demikian. Berapa lama mama menganyam noken? selama dan sejauh perjalanan kesabaran bumi menumbuhkan keladi. Kita pun perlu berpikir berapa lama pastor berkotbah dan berapa lama umat berdiam diri saja. Sejauh gereja masih ada kehidupan, selagi bumi masih memberi kehidupan. Mari kita melestarikan lingkungan secara bersama-sama.

Ledalero 2022

 Yohan Mataubana.


[1] Hanya Kotbah Sa Sonde Cukup Padre terjemahannya Hanya Kotbah saja tidak cukup Pastor.

Posting Komentar

1 Komentar

Literasi Rumah-Kata mengatakan…
Enak ulasannya konco....kernd....