ULASAN-CATATAN SEDERHANA MEMAKNAI MANUSIA,ALAM DAN TUHAN PADA AKSI NYATA ECHO-SHOPY

 

Pixabay.com

CATATAN SEDERHANA MEMAKNAI MANUSIA, ALAM DAN TUHAN PADA AKSI NYATA ECO-SHOPY

“Quam bene referre langsung, non quam diu”

Teringat cerita mama Yanti, seorang janda berusia 45 tahun yang sudah 15 tahun mengabdi sebagai petugas pembersih lingkungan di area depan kantor polisi Maumere sampai Monumen Stunami. Beliau berkisah “Pagi jam empat saya sudah harus sapu kotoran dari depan Kantor Polisi. Kadang saya sapu dengan bercucuran air mata karena orang-orang di sini buang sampah sembarang. Saya harus berjuang setiap pagi untuk membersihkan sampah di area sekitar sini. Orang-orang suka buang sampah sembarang akibatnya  setiap hujan datang, selokan di sekitar Monumen Stunami itu meluap karena sampah-sampah tersumbat di saluran air itu. Pihak PU sudah menyediakan banyak bank sampah, tetapi tetap saja, banyak orang yang tidak peduli dengan kebersihan.”

Membayangi Mama Yanti membersihkan lingkungan, saya jadi teringat akan perkataan filsuf Sanece "Quam bene referre langsung, non quam diu" pepatah ini membangkitkan memori manusia akan makna kehidupan bagi diri sendiri bahwa “yang penting adalah seberapa baik Anda hidup, bukan untuk berapa lama”. Sanece mengarahkan saya pada sebuah refleksi bahwa hidup bukan soal berapa lama manusia tinggal di bumi. Tetapi seberapa baik perbuatan manusia untuk kehidupan itu. Menanggapi pepatah ini, saya berusaha merefleksikan kembali diri saya sebagai makhluk hidup dan relasi dalam kehidupan itu. Sudah sejauh mana saya membagikan kebaikan dalam konteks relasi. Saya melihat empat hal penting relasi dalam kehidupan yakni pertama, tentang relasi manusia dengan manusia, kedua relasi manusia dan alam, ketiga, relasi manusia dengan dirinya dan keempat relasi manusia dengan Tuhan. Keempat hal ini tak akan terpisahkan dari kehidupan itu sendiri. Mendalami tentang relasi saya mencoba melihat tentang relasi manusia dan alam dari pengetahuan dan pemaknaan saya sebagai seorang yang mempelajari ilmu filsafat lingkungan hidup.

Saya kagum dengan gagasan P. Felix tentang lingkungan hidup dan tindakan konkret yang mencerminkan tiga dimensi  penting di dalam pelajaran filsafat lingkungan hidup yakni dimensi etika, dimensi spiritual dan dimensi estetika.

Dimensi Etika

Dimensi etika berkaitan dengan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan yakni soal relasi manusia dan alam. Dalam kejadian 1:28 Allah meminta keturunan manusia untuk memelihara seluruh bumi. Dalam hal ini saya disadari akan kehadiran saya di bumi ini. Salah satu hal yang penting ialah tanggung jawab terhadap lingkungan. Dalam aksi peduli lingkungan, saya mendapat banyak hal tentang bagaimana bertanggungjawab untuk memelihara lingkungan. Mama Yanti setiap pagi harus menyapu sampah-sampah yang berserakan di area pasar Tingkat hal itu sebagai suatu tindakan merawat lingkungan. Di sini saya bisa memetik suatu kesadaran baru untuk bertanggungjawab terhadap lingkungan. Contoh sederhana adalah melihat sampah berserakan di sekitar saya berada diambil dan dibuang pada kotak sampah atau tempat pembuangan sampah. Hal ini sebagai bentuk merawat bumi agar terhindar dari kerusakan lingkungan.

Dimensi Spiritualitas (Rohani)

Dimensi spiritual ini melekat pada penyadaran diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pada dimensi ini, saya merefleksikan juga keberadaan diri saya sebagai ciptaan Tuhan. Dalam Kejadian 2:15 Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Sama halnya dimensi spiritual. Hal ini mau menyadarkan saya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Bumi dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan. Menghormati dan merawat alam agar terhindar dari sampah itu sama halnya saya merawat dan menghormati Tuhan dalam kehidupan saya. Aksi peduli lingkungan dalam dimensi spiritual ini sungguh menyadarkan saya untuk menghormati alam sama halnya menghormati kehadiran Tuhan.

Dimensi Estetika (Konteks Keindahan)

Dimensi estetika merupakan bagian dari manusia memahami bumi yang indah sebagai rumah kita. Amsal 3:19-22 pada ayat ini, Tuhan mengatakan kepada kita untuk memelihara alam, bukan merusak atau menghancurkan alam itu sendiri secara perlahan-lahan. Sesungguhnya, Tuhan telah menciptakan alam semesta beserta isinya dengan teramat sangat indah. Selama aksi peduli lingkungan, saya berusaha untuk memilih sampah plastik yang berada di selokan. Saya melihat sampah-sampah itu kalau diambil dan dibuang pada tempatnya maka lingkungan terlihat bersih dan rapi. Saya menikmati hasil dari kerja itu. Ketika saya merefleksikan kembali apa yang sudah saya lakukan ternyata saya bisa merasakan kenyamanan dan melihat lingkungan yang tampak elok. Jika saja saya bersikap selalu terampil untuk menjaga kebersihan lingkungan, tentu dampak yang saya rasakan itu sangat baik. Bukan hanya keindahan dan keharmonisan yang saya dapat tetapi orang-orang  di sekitar saya juga menikmati keindahan itu.

Terinspirasi dari aksi Mama Yanti, sampah dan kuliah filsafat lingkungan hidup menyadarkan saya arti kehidupan yang baik. Manusia, alam dan Tuhan merupakan relasi intim, sehingga kehadiran saya di aksi peduli lingkungan, menjadi momen penyadaran untuk hidup baru.

Ijinkan saya menutupi refleksi ini dengan puisi yang lahir dari kekaguman saya  terhadap alam selama menjalani aksi peduli lingkungan.

Rekolesi

            :Laudato Si

1

Laut adalah saudaramu

Ikan-ikan yang berenang .Gelombang air yang merindang

Pada biru matamu, itu saudaramu.

2

Taman Monumen Tsunami itu hatimu

Yang Tuhan benihi pohon kesabaran

Daun ketulusan, buah-buah harapan

Serta bunga-bunga keindahan.

3

Percayalah sampah-sampah itu adalah berkat.

Jangan kau lumat di jalan itu, simpanlah dia dalam tong sampah

Seperti derma yang kau berikan pada Tuhan.

4

Percayalah suara alam yang berhembus

Saat anganmu mengendus alam bernyanyi

L-A-U-D-A-T-O S-I ', mi' Signore

Noscum Prolepia.

Monumen Tsunami, 19 November 2022

 

 

Posting Komentar

0 Komentar