PUISI DIAN RIASARI-GAMBYONG TERAKHIR

 

Pixabay.com

Gambyong Terakhir

Bli,

Di hari ketika tempias hujan

basahi bahu kananmu dan bahu kiriku

Aku tahu

Itu cuma kembang di mimpi

Wangi bunga kuning

tak lebih pengingat kuntum yang gugur sebelum ranum

 

Dan di hari ketika

kau sentuh tiga cunduk mentul di sanggul

Seraya menghitung pisah, bersatu, pisah

Tak ada lagi yang genap

Karena setiap ganjil berawal dengan diksi pisah

 

Gending Pangkur undang aku ke panggung

Meliukkan jemari dan langkah nastiti

Tapi panggung kita semacam uji nyali

Ketika asmara diberangus beda

 

Di pagi ketika

sampiran sampur kuning di pundak kiri

Serupa lambaian akhir kata

Senyumku pancaran hormat semata

Mestinya Gambyong hantarkan kebahagiaan

Namun bagi kita

Gambyong terakhir hanya elegi kasih terserpih.

 

Malang, 14 November 2022                                 *Gambyong: tarian klasik Jawa yang biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu kehormatan.

 

Wira Pertiwi 

Perempuan berkaki lincah itu

Tak pernah redup

Hingga kelam menjelang

Selayang aral tiada gentarkan hati

Pasak-pasak tiang kehidupan ia tancapkan

Juang Wira Pertiwi menebar energi

 

Perempuan pelesat harap

Gandewa di genggaman, tak untuk jemawa

Membidik sasaran rapat dan tepat

Perempuan bersanggul amanah

Penyunggi martabat pertiwi

Peredam geletar tembelang

Tak pernah singkap gelungan aib

 

Gending Wira Pertiwi meriak rancak

Wiraga selaraskan irama

Setiap ketukan wirama gaungkan filosofi

Wirasa menyeruak dari nurani

 

Perempuan harmoni

Mungkin mataharimu pernah gerhana

Tapi sebelum semua binasa

Cahayamu akan tetap ada.

 

Malang, 14 November 2022

*Wira Pertiwi: tarian yang menggambarkan sosok kepahlawanan prajurit putri Jawa. 

 

Anggun Beskalan

Cring cring … cring cring

Jika gongseng berkerincing

Ritus untuk tanah dipanjatkan

Bibir mendaras doa-doa

Kesuburan bumi diasakan

Kesehatan dan keselamatan sepenuh utuh

 

Cring cring … cring cring

Gongseng gemerincing

Cikal bakal telah tertanam

Asal mula kehidupan kelak beranak pinak

Bulat tekad diteguhkan

Dalam pikir serupa isi yang dituangkan

Dusta-dusta bukan perhiasan kita

 

Hentak kaki pada bumi

Perubahan-perubahan biarlah terjadi

Langkah kaki menjejaki

Selebar selendang merah terkembang

Lincah, luwes ikuti kerisik hari

 

Sanggul cunduk mentul

Martabat tinggi, wibawa memantul

Mekak dan sabuk pengikat raga

menyatu atma tulus suci 

Kilat semyok rapek sungsun

Hiasan jiwa nan anggun

 

Di mana pun berada

Darah kita menetes sama

Dari getah pokok-pokok leluhur.

 

Malang, 14 November 2022

 *Beskalan: Tari dari Malang, Jawa Timur, merupakan tari penyambutan tamu yang awalnya merupakan tari ritual sebagai wujud rasa syukur dan hormat pada leluhur. Juga permohonan agar jauh dari bahaya, tanah subur terberkati, dan rezeki berlimpah.

*Gongseng: gelang genta-genta kecil di pergelangan kaki.

*Mekak: penutup badan/kemben

*Semyok rapek sungsun: hiasan di pinggang sampai ke lutut, yang bersusun.

 

Topeng Bapang

Bapang, si gagah berani

Satria sakti kondang

Tak takut pedang

Tak tersentuh setan pendusta

Tak berserah pada badai coba

 

Jaya Sentika, sebutannya

Beranjak dari Kadipaten Banjarpatoman yang permai

Siap hadapi Raja Klana Sewandana

_Telengan_ memandang awas

Rentangan tangan kiri dan kanan

Siaga senantiasa di palagan

 

Tiada apa pun yang sempurna

Bapang mendongak bermuka merah garang

Hidung menanjak tatap langit

Dada membusung bangga

Sanjungan melambungkan diri

Ugal-ugalan di medan perang

 

Gamelan ditabuh gempita

Topeng bapang tengok kiri kanan

Gending laras pelog tembus gendang telinga

Berpadu rentangan tangan dan _gedrug_ kaki

Jika tiba masa undur diri,

Bapang membungkuk gagah, mundur lincah

Berpantang kalah, tanpa menampik kuasa Sang Murbeng Dumadi.

 

Malang, 14 November 2022

*Topeng Bapang: tari topeng dari Malang, Jawa Timur. Bercerita tentang tokoh Bapang/Jaya Sentika, satria sakti yang gagah berani.

*Telengan: mata lebar

*Gedrug: entakan kaki

*Sang Murbeng Dumadi: Tuhan Yang Maha Kuasa

 

Jejer Jaran Dawuk

 

Dewi Sri turun, meniupkan cinta pada sawah menguning

Padi merunduk nyaris cium bumi

Tempatnya berasal, tempatnya kembali

Sepanjang pematang pemuda-pemudi bawa ani-ani

Pemuja mahkota keemasan di tanah pusaka

 

Sambutlah panen

Dengan tiara omprok bertahta di mustaka

Benar, tak ada yang sekuat kepala

Menanggung beban pikir, menerjemahkan intuisi

Sampur tersampir di leher

Menerbangkan syukur

Pada tanah yang membulirkan berkah

 

Jejer pembuka

Sampur merah terkembang

Melenggangkan keramahan

Irama lincah meliukkan pinggul

Menangkup jemari sambut tetamu tiba

 

Jejer pembuka

Kipas dikibas, duka nestapa diremas

Ayunan kipas getarkan rasa cinta

Hasrat dan nafsu telah redam

Kembali sukma bersinergi dengan tanah leluhur

 

Di tanah Blambangan

Senja jingga tersenyum di akhir waktu

Sebelum burung malam menjemput rembulan

Gadis-gadis Osing merangkai untaian kembang

Dan esok kembali menarikan kehidupan.

 

Malang, 14 November 2022

*Jejer Jaran Dhawuk: tari dari Banyuwangi, Jawa timur, yang melambangkan ucapan syukur atas kelimpahan panen. Jejer merupakan penggalan/awalan dari tari Gandrung Banyuwangi yang dimaksudkan untuk menyambut tamu.

*Osing: suku di Banyuwangi

*Omprok: mahkota di kepala yang dipakai penari Jejer.

Baca Juga:

_______________________________

Tentang penulis

Dian Riasari, berasal dari Kota Malang, Jawa Timur. Menimba ilmu di Kelas Puisi Online (KPO) bersama WR Academy dan Asqa Imagination School (AIS). Saat ini bergabung di komunitas puisi Community Pena Terbang (COMPETER). Baginya, menulis puisi adalah salah satu cara menjaga kewarasan. FB: Dian Riasari, IG: dian_de_lala.

 

Posting Komentar

3 Komentar

Much. Khoiri mengatakan…
Puisi-puisi yang mantap, Bu Dian. Menarik.
Mien Sumintarsih mengatakan…
Mantap sekali. Sudah berkelas nih....
Unknown mengatakan…
Awesome...