(Gambar: Pixabay.com)
Duka Dalam Senja
Kemarin,
Sebelum air itu tumpah
Sebelum resah berkalang duka
Setum-setum berkumandang ria di bawah kolong langit
Yang berkoloni memanjakan diri
Mereka berbondong-bondong datang mengisi kandang asa yang telanjang buta
Menjalin perhelatan pada gumpalan awan bergemuruh
Namun tiba-tiba mendung berarak meludahi
Kemudian memaksaku untuk terhenti
Dalam gendongan berat sebelah, aku meradang
Menjalin perhelatan pada gumpalan awan bergemuruh
Aih, indahnya simfoni yang direncanakan
Besitkan kematangan pada otakku yang tak karuan
Pasuruan, 31 Desember 2021
Hujan di Malam Selasa
Hari ke-7 dalam seminggu
Rinai hujan membungkus kepalsuan
Dalam ruang gelap engkau mengendap
Mencuri kesempatan dalam titik-titik bingkai perasaan
Namun semua semu
Hanya kuota hayal mengisi hadirmu
Pada malam setengah tiang
Bersama hujan di malam selasa
Dengan terbata lisanku mengeja huruf demi huruf, menjadi dua kata
Dua kata dengan makna sempurna
Yang kemudian menjelma menjadi manusia seutuhnya
Ya, pada potret buram di sudut sana
Yang membingkai parasmu penuh rona
Penyejuk rindu dalam dahaga
Yang acap kali kupelihara di sudut hati penuh cinta
Dari hujan pertama hingga hujan ke tujuh di malam selasa
Rindu memang merendam banyak rahasia
Pada rinai hujan dan temperatur cuaca
Padanya kutumpahkan kultum resah
Rinai hujan berubah seketika
Menjadi linangan anak sungai yang deras menghanyutkan jauh ke hulu
Dimana setiap harapan kita menggenggam karam disana
"Percayalah, aku akan menjadi melodi yang setia mengirama dalam degup jantungmu."
Kataku saat bayangmu lewat di beranda netraku.
Pasuruan, 10 Januari 2022
Kegersangan Hati di Ladang Pinus
"Assalamualaikum, ini dengan siapa? Adakah yang mampu menjawab kehampaan dalam ruang gelap? Ingin sekali mengeja. Namun katup bibir masih terbata karena aksara yang biasa tertulis, menjauh bersama bau amis." Katanya di malam ke-22.
Hhhh, guratan dinding lapuk yang biasa memaksa mengendus masuk.
Terlalu biasa, tak ada secuil rasa merajuk.
Asal kau tahu, hutan pinus tak mungkin kembali kekar. Jika batang pohonnya kau tebang dengan puluhan depa gergaji yang garang.
Aku tak peduli dengan pepohonanmu yang rindang meski menjulang tinggi memeluk awan.
Aku juga tak peduli jika suatu saat nanti pohon itu tua, lalu memilih lapuk di telan masa. Kemudian gelimpang dan jebol sampek akar-akarnya tercecer di tanah. Aku pun tak peduli.
"Why? Apa salahku?" Kata si kutu rambut, pembuat otak semrawut.
"Sebab aku sudah tak punya hati, karena 95% tlah kau babat berkali-kali. Aku tak bergeming akan keindahan hutan yang kau suguhkan. Karena disini, di pelataran yang sempat tandus karena wedus gembelmu, aku belajar menanam bibit-bibit pohon baru hasil dari meditasi tiga hari tiga malam waktu itu. Pohon itu memang baru ditanam. Masih terlalu kerdil tuk ditebang. Tapi suspensinya mumpunyai intuisi di masa mendatang. Yang kelak membawaku ngawang di istana Aphrodite. Aku yakin." Kataku sembari jemari menari puas di atas layar kaca.
Pasuruan, 02 Januari 2021
_____________________________________________________
Biodata
Mempunyai kepribadian sosial tinggi. Sehingga setiap harinya, ia mentransfer wawasan kepada anak-anak yang membutuhkan bimbingan. Selain itu, ia juga membantu memfasilitasi para pejuang online.
Mempunyai hobi menulis. Terutama puisi.
Mulai menekuni Puisi di tahun 2020. Hingga di tahun 2021, ia memperdalam wawasannya dengan mengikuti kelas online puisi KPO dibawah bimbingan Muhammad Asqalani Eneste, Mentor dan sekaligus Pendiri KOMPETER INDONESIA.
Saat ini, ia tergabung dengan Komunitas KOMPETER INDONESIA.
0 Komentar