Oleh: Sandro Sogemaking
Tiga puisi Louis Gluck ini adalah langkah awal saya dalam kegiatan menerjemahkan karya sastrawan di dunia dan bagian pertama dalam kumpulan puisi Louis Gluck yang saya dapatkan. Para pembaca bisa mendapatkan kumpulan puisinya melalui link yang tertera di sini,
https://drive.google.com/file/d/1447ckqaGSj4Oz0m0Fwe03dg4WyOmm9rA/view?usp=drivesdk
Puisi Louis Gluck (bagian 1)
SEBUAH DONGENG
Dua wanita dengan
Klaim yang sama
Datang ke kaki raja
Yang bijaksana. Dua wanita,
Tapi hanya satu bayi.
Raja tahu
Seseorang berbohong
Apa yang dia katakan adalah
Biarkan anak itu dipotong menjadi dua; dengan begitu
Tidak ada yang akan pergi
Dengan tangan kosong. Dia
menghunus pedangnya.
Kemudian, dari dua
Wanita, seorang
Meninggalkan bagiannya :
Ini tandanya. Pelajarannya.
misalkan kamu melihat ibumu
terbelah antara dua putri :
apa yang bisa kamu lakukan
untuk menyelamatkannya
Tapi bersedia menghancurkan
dirimu sendiri?
dia akan tahu siapa anak yang sah,
yang tidak tahan
untuk membagi ibu.
A Fable
Two women with the same claim came to the feet of the wise king. Two women, but only one baby. The king knew someone was lying. What he said was Let the child be cut in half; that way no one will go empty-handed. He drew his sword. Then, of the two women, one renounced her share:
this was the sign, the lesson.
Suppose you saw your mother torn between two daughters: what could you do to save her but be willing to destroy yourself—she would know who was the rightful child, the one who couldn't bear to divide the mother.
Louise Gluck
SEBUAH FANTASI
Saya akan memberitahumu sesuatu : setiap hari orang selalu sekarat. Dan itu hanyalah permulaan. Setiap hari, di rumah duka, janda baru lahir, anak yatim-piatu baru. Mereka duduk dengan tangan terlipat, mencoba memutuskan tentang kehidupan baru ini.
Kemudian mereka berada di kuburan, beberapa dari mereka untuk pertama kalinya. Mereka takut menangis, terkadang tidak menangis. Seseorang membungkuk, memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan selanjutnya, yang mungkin berarti mengucapkan beberapa patah kata, terkadang membuang kotoran ke kuburan terbuka. Dan setelah itu, semua orang kembali ke rumah, yang tiba-tiba penuh dengan pengunjung. Janda itu duduk di sofa, sangat megah, sehingga orang-orang berbaris untuk mendekatinya, terkadang memegang tangannya, terkadang memeluknya. Dia menemukan sesuatu untuk dikatakan kepada semua orang, terima kasih. Untuk datang.
Dalam hatinya, dia ingin mereka pergi. Dia ingin kembali ke kuburan, kembali di ruang pasien, di rumah sakit. Dia tahu itu tidak mungkin. Tapi dia semata berharap, keinginan untuk pergi ke masa lalu. Dan hanya sedikit tidak sejauh pernikahan, ciuman pertama.
A Fantasy
I'll tell you something: every day people are dying. And that's just the beginning. Every day, in funeral homes, new widows are born, new orphans. They sit with their hands folded, trying to decide about this new life.
Then they're in the cemetery, some of them for the first time. They're frightened of crying, sometimes of not crying. Someone leans over, tells them what to do next, which might mean saying a few words, sometimes throwing dirt in the open grave.
And after that, everyone goes back to the house, which is suddenly full of visitors. The widow sits on the couch, very stately, so people line up to approach her, sometimes take her hand, sometimes embrace her. She finds something to say to everbody, thanks them, thanks them for coming.
In her heart, she wants them to go away. She wants to be back in the cemetery, back in the sickroom, the hospital. She knows it isn't possible. But it's her only hope, the wish to move backward. And just a little, not so far as the marriage, the first kiss.
Louise Gluck
SEBUAH MITOS PENGABDIAN
Ketika Hades memutuskan mencintai perempuan ini
Dia membangun untuknya sebuah kembaran bumi.
Semuanya sama, seluruh padang rerumputan,
Tapi ada sebuah tempat tidur diletakkan.
Semuanya sama, termasuk sinar matahari,
karena akan sulit bagi seorang gadis muda
Untuk pergi begitu cepat dari cahaya terang ke kegelapan utuh.
Secara bertahap, pikirnya, dia akan memperkenalkan malam.
Pertama, bayangan dedaunan yang melambai.
Sebuah bulan, sebuah bintang. Yang bukan bulan, bukan bintang.
Membiarkan persephone perlahan terbiasa.
Pada akhirnya, pikirnya, dia akan menemukan kenyamanan.
Sebuah replika bumi
Kecuali cinta dari dirinya.
Bukakankah semua orang menginginkan cinta?
Dia menunggu bertahun-tahun,
Membangun sebuah dunia, melihat
Persephone di padang rumput.
Persephone, ciuman, kecapan.
Jika kau memiliki nafsu makan, pikirnya, kau memiliki segalanya.
Tidak semua orang ingin merasakan di malam hari
Tubuh tercinta, kompas, bintang kutub,
Mendengar napas yang tenang ketika berkata
Saya hidup, maka juga berarti
Kau hidup, karena kau mendengar saya,
Kau di sini dengan saya. Dan ketika satu berbalik,
Yang lain berbalik-
Itulah yang dia rasakan, penguasa kegelapan,
Melihat pada dunia yang telah dia
Bangun untuk persephone. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya
Bahwa tidak akan ada lagi bau di sini, tentu saja tidak ada lagi makan.
Kesalahan? teror? Ketakutan pada cinta?
Perihal-perihal ini yang tidak bisa dia bayangkan;
tidak ada kekasih yang pernah membayangkannya.
Dia bermimpi, dia bertanya-tanya apa nama tempat ini.
Pertama yang dia pikirkan : neraka baru. Kemudian : sebuah taman.
Pada akhirnya, dia putuskan menamakannya
masa kecil persephone.
Cahaya lembut naik di atas padang rumput yang rata,
Di belakang tempat tidur. Dia membawanya ke pelukannya.
Dia ingin mengatakan saya mencintaimu, tidak ada yang bisa menyakitimu
Tapi dia berpikir
Itu adalah kebohongan, jadi akhirnya dia mengatakan
Kau adalah mati, tidak ada yang bisa menyakitimu
yang menurut dia
awal yang lebih menjanjikan, lebih benar.
A Myth of Devotion
When Hades decided he loved this girl he built for her a duplicate of earth, everything the same, down to the meadow, but with a bed added.
Everything the same, including sunlight, because it would be hard on a young girl
to go so quickly from bright light to utter darkness
Gradually, he thought, he'd introduce the night, first as the shadows of fluttering leaves.
Then moon, then stars. Then no moon, no stars.
Let Persephone get used to it slowly.
In the end, he thought, she'd find it comforting.
A replica of earth except there was love here. Doesn't everyone want love?
He waited many years, building a world, watching
Persephone in the meadow.
Persephone, a smeller, a taster. If you have one appetite, he thought, you have them all.
Doesn't everyone want to feel in the night the beloved body, compass, polestar, to hear the quiet breathing that says I am alive, that means also you are alive, because you hear me, you are here with me. And when one turns, the other turns—
That's what he felt, the lord of darkness, looking at the world he had
constructed for Persephone. It never crossed his mind that there'd be no more smelling here, certainly no more eating.
Guilt? Terror? The fear of love? These things he couldn't imagine; no lover ever imagines them.
He dreams, he wonders what to call this place.
First he thinks: The New Hell. Then: The Garden. In the end, he decides to name it Persephone's Girlhood.
A soft light rising above the level meadow, behind the bed. He takes her in his arms. He wants to say I love you, nothing can hurt you
but he thinks this is a lie, so he says in the end you're dead, nothing can hurt you which seems to him a more promising beginning, more true.
Louise Gluck
Biodata penyair:
*pada tahun 1943, Louise Glück adalah seorang penyair Amerika. Dia lahir di New York City dan dibesarkan di Long Island. Ayahnya membantu menciptakan X-Acto Knife. Beruntung lulus pada tahun 1961 dari George W. Hewlett High School, di Hewlett, New York. Dia melanjutkan pendidikannya di Sarah Lawrence College dan Universitas Columbia.
Glück memenangkan Hadiah Pulitzer kategori Puisi pada tahun 1993 untuk koleksinya The Wild Iris. Glück adalah penerima National Book Critics Circle Award (Triumph of Achilles), Academy of American Poet’s Prize , serta Beasiswa Guggenheim. Dia tinggal di Cambridge, Massachusetts. Sebelumnya menjadi Dosen Senior dalam bahasa Inggris di Williams College di Williamstown, MA. Glück saat ini mengajar di Universitas Yale, di mana dia adalah Penulis Rosencranz, dan dalam Program Penulisan Kreatif Universitas Boston. Juga menjadi anggota fakultas Universitas Iowa.
Glück adalah penulis sebelas buku puisi, termasuk Averno (2006); The Seven Ages (2001); Vita Nova (1999), yang dianugerahi The New Yorker’s. Penghargaan Buku dalam Puisi; meadowlands (1996); The Wild Iris (1992), yang Menerima Hadiah Pulitzer dan the Poetry Society of America's William Carlos Award ; Ararat (1990), yang menerima Ribka dari Library of Congress, Hadiah Nasional Johnson Bobbitt untuk Puisi; dan the Triumph of Achilles (1985), yang menerima National Book Critics Circle Award, Boston Globe Literary, dan Penghargaan Melville Kane dari the Poetry Society of America's.
Louise Glück juga telah menerbitkan kumpulan esai, Bukti dan Teori: Essays on Poetry (1994), yang memenangkan PEN/Martha Albrand Award untuk kategori Non-fiksi. Sarabande Books yang diterbitkan dalam chapbook membentuk puisi enam bagian baru, Oktober, 2004. Pada 2001, Universitas Yale menganugerahi Louise Glück hadiah Bollingen kategori Puisi, yang diselenggarakan dua tahun sekali untuk pencapaian seumur hidup penyair dalam seninya.
--------------------------------------------------------
Biodata
Sandro Sogemaking. Putra kelahiran Flores Timur yang kini sedang menggeluti dunia sastra terjemahan terkusus puisi. Penulis kini bergabung di Kelas Puisi Alit (KePuL).
0 Komentar