Sebuah Pengulangan

 ||Cerpen||


(Didampingi dua orang asing aku menerima komuni suci pertama. Ku tahan air mataku agar tak jatuh saat melihat teman-temanku satu persatu maju didampingi orangtua mereka. Aku iri melihat senyum bahagia dari wajah mereka.)


Inna, itu namaku. Hari ini aku merasa begitu bahagia karena minggu depan aku akan menerima komuni suci pertama. Dan suster Lusia mengatakan mama akan datang. Dan itu membuatku sangat bersemangat. "Kapan mama datang?" Tanyaku pada suster Lucia. "Minggu depan." Jawab suster. Aku sangat senang karena akhirnya bisa ketemu mama lagi setelah dua tahun tidak bertemu. 

Saat ini aku tinggal di panti asuhan Ruteng bersama kakak dan adikku sedangkan mama di Maumere. Kenapa kami bisa berakhir ditempat ini, dikarenakan perceraian kedua orangtuaku. Mama membawa kami bertiga ke tempat ini agar tidak diketahui bapak. Yah, mereka memperebutkan hak asuh anak. Awalnya ku pikir mama juga akan tinggal bersama kami, ternyata tidak. 

Melewati hari-hariku ditempat baru dengan status sebagai anak panti asuhan membuatku menjadi anak yang pemurung dan pendiam. "Inna, kamu tinggal di panti asuhan berarti orangtuamu sudah meninggal, atau kamu dibuang oleh orangtuamu di panti asuhan?" Pertanyaan itu selalu saja menghiasi hari-hariku. Pertanyaan itu sungguh menyakiti perasaanku. Hatiku begitu hancur setiap mendengar pertanyaan itu. Dan setiap kali ada yang bertanya seperti itu, aku hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. 
 ***

Dua hari lagi. Masih dengan perasaan bahagia karena hari ini mama akan datang dari Maumere, seperti yang dikatakan suster minggu lalu. Hari ini aku bangun lebih pagi daripada biasanya, jam 4. Mataku tak mampu lagi tertutup dan ingin waktu cepat berlalu hingga mama datang. Aku ingin memeluknya dan menceritakan banyak hal. 

Aku menunggu di depan teras selama 3 jam. "Kenapa lama sekali?" Kataku dalam hati. "Suster, mama mereka sudah dimana, kenapa belum datang juga?" tanyaku pada suster. "Mamamu tidak jadi datang." Setelah mengatakan itu, suster langsung pergi meninggalkanku tanpa sebuah penjelasan mengapa mama tidak jadi datang. Aku terpaku sejenak.

Setelah kesadaran ku kembali, lututku langsung lemas seperti tak bertulang. Aku segera lari ke kamar dan mengunci diri. Menangis sejadi-jadinya. "Suster jahat. Suster penipu...  Inna benci mama. Mama jahat. Mama tidak sayang Inna lagi. Mama sudah lupa Inna. Tuhan kenapa hari yang harusnya Inna bahagia karena akan menyambut Tubuh dan Darahmu untuk pertama kalinya berubah menjadi hari yang sangat menyakitkan?  Tuhan, Inna salah apa dengan Tuhan sampai Tuhan setega ini biarkan hati inna hancur. Tuhan, sakit sekali rasanya, Inna tidak sanggup kalau harus terus terluka seperti ini? Apa belum cukup dengan perceraian bapak dan mama? Kenapa aku harus selalu mengalami hal yang menyakitkan?"

*** 

Gereja sudah ramai dipenuhi oleh para calon komuni suci pertama bersama orangtuanya masing-masing. Melihat teman-temanku duduk diapit orangtua mereka membuatku tersenyum kecut. Aku melihat ke samping kiri dan kananku. Aku ditemani orang asing.

 "Apakah aku memiliki orangtua?" Sebuah pertanyaan bodoh tiba-tiba melintas. Aku berusaha untuk tidak menangis. Sepanjang misa aku duduk dengan tatapan kosong ke depan. 


  _Selesai_

_____________________________________________

Lidwina Rusmawati, Mahasiswi  Semester 5 Program Studi Akuntansi di Universitas Nusa Nipa Maumere





Posting Komentar

1 Komentar

Unknown mengatakan…
Keep strong sisters
Tetap berjuang dgn kaki sendiri sampai sukses di kemudian hariii🤗 Tuhan pasti membimbing setiap perjalan yg ditempuh😊